
Waduh! 10 Saham Top Ini 'Diserang' Profit Taking Sepekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menghijau pada perdagangan Kamis kemarin (11/2/2021), jelang libur tahun baru Imlek pada Jumat hari ini (12/2/2021).
Data perdagangan menunjukkan, indeks acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) itu sempat mencatat level tertinggi 6.232 dan terendah 61.94.
Nilai transaksi perdagangan tercatat Rp 10,58 triliun dengan volume perdagangan 11,43 miliar saham dan 986.699 frekuensi perdagangan.
Dengan demikian dalam sepekan terakhir perdagangan IHSG naik 1,89% dan sebulan masih tercatat minus 3,20%.
Asing kemarin tercatat keluar atau net sell Rp 50 miliar di pasar reguler dan sepekan juga masih net sell Rp 573 miliar yang cenderung profit taking setelah pekan lalu IHSG sempat hijau.
Berikut 10 saham yang terkena aksi profit taking sebagian besar dari sektor konsumer, terutama duo Grup Indofood.
10 Top Net Foreign Sell Sepekan
1. Indofood CBP (ICBP) net sell Rp 343 M, saham -3,75% Rp 8.975
2. Astra Internasional (ASII), Rp 273 M, saham -5,65% Rp 5.850
3. Bank Mandiri (BMRI), Rp 259 M, saham -1,14% Rp 6.500
4. Vale Indonesia (INCO), Rp 149 M, saham +8,97% Rp 6.375
5. PGN (PGAS), Rp 146 M, saham -2,74% Rp 1.420
6. Telkom (TLKM), Rp 98 M, saham -3,04% Rp 3.190
7. Tower Bersama (TBIG), Rp 78 M, saham -10,73% Rp 2.080
8. XL Axiata (EXCL), Rp 73 M, saham -2,90% Rp 2.340
9. Indofood Sukses (INDF), Rp 60 M, saham -0,40% Rp 6.300
10. HM Sampoerna (HMSP, Rp 42 M, saham -0,72% Rp 1.385
Pada perdagangan Kamis kemarin (11/2) saham ICBP ditutup minus 0,28% di level Rp 8.975/saham dengan nilai transaksi Rp 35,15 miliar dan volume perdagangan 4,25 juta saham. Kapitalisasi ICBP masuk big cap dengan nilai Rp 104,67 triliun.
Begitu pun ASII ditutup pada perdagangan Kamis kemarin minus 0,85% di Rp 5.850/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 236,83 triliun. Nilail transaksi kemarin di saham ASII mencapai Rp 222.55 miliar dan volume perdagangan 37,89 juta saham.
Analis Ekuitas NH Korindo, Ajeng Kartika, mengatakan pada Februari ini, pemilihan sektor atau saham bagi investor kembali lagi tentu memperhatikan profil risiko si calon investor dan horizon investasi apa yang dipilih, jangka pendek atau jangka panjang.
"Tapi balik lagi ke risk profile karena berhubungan dengan toleransi kerugian, kalau tinggi [berani ambil risiko] dia masuknya ke persentase 70% [saham agresif], 30% di sektor [saham-saham bertipe] defensive sisanya sektor lainnya. Kalau dia investor moderat bisa 50%-50% atau kalau dia agresif bisa ambil 30% [saham] defensif sisanya saham-saham cyclical," katanya, dalam program InvesTime, pekan lalu.
Saham cyclical adalah saham perusahaan yang pendapatannya terpengaruh dari kondisi makro ekonomi dan siklus bisnis.
Menurut Ajeng saham-saham kategori cyclical di antaranya properti, konstruksi atau tambang.
Kalaupun bagi investor yang baru masuk pasar modal dan ingin lebih agresif dalam perdagangan di bursa, menurut Ajeng dia harus paling tidak menentukan angka cut loss, atau jumlah maksimal kerugian yang bisa ditolerir, sehingga jika terjadi kerugian tidak akan terlalu dalam.
"Kalau misal dia cukup konservatif atau baru ambil cyclical karena pergerakannya, dia juga harus punya saham saham defensif.Lalu tetapkan cut loss jadi kerugian tidak semakin dalam. Karena profil risiko berubah juga, seiring berjalan waktu," katanya.
Sebagai catatan, saham-saham defensif adalah saham yang memberikan dividen kepada pemegang saham secara konsisten dan pendapatan yang stabil terlepas dari keadaan pasar saham secara keseluruhan.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500