
2 Pekan Stagnan, Rupiah Masih Jaga Asa Tembus Rp 14.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah lagi-lagi stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu (5/2/2021). Pergerakan rupiah dalam 5 hari perdagangan bahkan tidak terlalu besar, sebelum mengakhiri perdagangan di level Rp 14.020/US$, sama persis dengan posisi akhir dua pekan lalu.
Rilis data dari dalam negeri yang cukup bagus sebenarnya mampu menopang kinerja rupiah, tetapi dolar AS juga sedang cukup kuat sehingga rupiah berakhir stagnan.
IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Januari 2021 sebesar 52,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang memasuki masa ekspansi.
Adapun yang bagus dari ekspansi tersebut adalah terjadi saat berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang dikhawatirkan membuat pemulihan ekonomi melambat. Tetapi nyatanya sektor manufaktur Indonesia justru semakin berekspansi.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun lalu mengalami kontraksi (tumbuh negatif) sebesar 2,07%. Rilis tersebut sedikit lebih baik dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 di -2,1%.
Selain Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa bulan Januari 2021 mencatat rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138 miliar. Kenaikan cadangan devisa tersebut berarti BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah kala mengalami gejolak.
Di sisi lain, dolar AS sedang mendapat tenaga setelah data tenaga kerja juga menunjukkan pemulihan. Data tenaga kerja merupakan salah satu indikator utama yang digunakan bank sentral AS (The Fed) dalam melihat kinerja perekonomian AS serta menentukan kebijakan moneter.
Akibat data tersebut, posisi jual (short) para pelaku pasar mulai dikurangi.
"Ekonomi AS relatif lebih kuat dibandingkan negara lainnya, sehingga memicu aksi short covering dolar AS," kata Tohru Sasaki, kepala riset pasar Jepang J.P. Morgan, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (5/2/2021).
Tetapi hal tersebut diprediksi hanya sementara, ke depannya dolar AS akan kembali tertekan, sehingga ada peluang rupiah menguat di pekan ini.
Ahli strategi dari Westpac melihat vaksinasi yang dilakukan di Eropa akan mulai dipercepat pada akhir kuartal IV, ditambah dengan The Fed yang masih mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar pada akhirnya akan membuat dolar AS melemah.
"Penguatan indeks dolar AS (DXY) hanya sementara," tulis ahli strategi Westpac dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Jumat (5/4/2021).
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan dekat dengan wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat masih di level psikologis Rp 14.000/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.080 sampai 14.100/US$ yang merupakan resisten terdekat di pekan ini, dan berada di kisaran MA 50.
Jika resisten tersebut ditembus dan tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke 14.165/US$, sebelum menuju Rp 14.200 hingga Rp 14.260/US$ di pekan ini.
Sementara jika level psikologis ditembus, rupiah menguat ke Rp 13.970/US$. Kemampuan melewati level tersebut akan membawa rupiah menguat ke Rp Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$.
Peluang penguatan lebih jauh di pekan ini akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
