Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air yang sempat menghijau di perdagangan pasar spot kini tidak lagi menguat.
Pada Kamis (4/2/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.036. Rupiah melemah 0,13% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sementara di pasar spot, rupiah masih galau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.000, sama persis dengan posisi penutupan perdagangan kemarin.
Padahal sebelumnya rupiah sempat menguat meski tipis saja di 0,04%. Kini, dolar AS tidak lagi di bawah Rp 14.000.
Sementara mayoritas mata uang utama Asia terapresiasi di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya yen Jepang, won Korea Selatan, dan peso Filipina yang masih merah.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:06 WIB:
Dolar AS memang sedang lesu, tidak hanya di Asia tetapi juga di tingkat dunia. Pada pukul 09:15 WIB, Dollar Index (yang mengukut posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,06%.
Tekanan terhadap dolar AS datang dari kabar terbaru seputar rencana stimulus fiskal di Negeri Adikuasa. House of Representatives (salah satu dari dua kamar legislatif selain Senat) telah menyetujui paket stimulus fiskal yang diajukan pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden senlai US$ 1,9 triliun. Paket itu harus melalui satu pintu lagi yaitu Senat.
Seperti halnya di House, Partai Demokrat pendukung pemerintah juga mendominasi kursi Senat. Oleh karena itu, kemungkinan paket ini akan lolos jika harus disahkan melalui voting.
Tidak seperti legislasi lainnya yang butuh 60 suara, aturan soal anggaran hanya perlu 51 suara Senat. Jadi peluang untuk lolos di Senat pun cukup besar.
Stimulus fiskal, jika disahkan, akan membuat likuiditas dolar AS semakin melimpah. Sebab, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) masih melakukan pembelian aset di pasar keuangan alias quantitative easing yang bernilai puluhan miliar dolar AS per bulan.
Seperti halnya barang, mata uang pun kalau pasokannya berlebih akan membuat harga turun. Gelontoran likuiditas dolar AS dari pemerintah dan bank sentral bakal membuat mata uang itu jadi semakin 'murah'.
Faktor ini yang membuat tren pelemahan dolar AS sepertinya masih akan terjadi. Sepanjang pemerintah dan bank sentral masih ekspanif bin agresif, maka niscaya dolar AS bakal tertekan sehingga membuat mata uang negara lain menguat, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA