
Nempel Kayak Prangko di Rp 14.000/US$, Rupiah Mau Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.000/US$ pada perdagangan Rabu kemarin.
Level Rp 14.000/US$ merupakan angka psikologis yang cukup sulit ditembus, rupiah yang "nempel kayak prangko" di level tersebut tentunya membuka ruang lebih besar untuk menguat lebih lanjut.
Membaiknya sentimen pelaku pasar Rabu kemarin serta indeks dolar AS yang terkoreksi membuat rupiah mampu menguat.
Saat sentimen pelaku pasar membaik, maka investasi akan dilarikan ke aset-aset berisiko.
Rupiah merupakan aset negara emerging market, yang tentunya dianggap lebih berisiko. Tetapi imbal hasil (yield) yang diberikan juga tinggi, sehingga ketika sentimen pelaku pasar sedang bagus aliran investasi akan masuk ke Indonesia yang menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Besarnya aliran investasi terlihat dari lelang obligasi yang dilakukan pemerintah Indonesia Selasa kemarin. Target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 35 triliun, dan dimenangkan dengan nilai yang sama.
Dalam proses lelang tersebut, pemerintah mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscription) 3 kali lipat dengan total penawaran yang masuk sebesar Rp 83,79 triliun.
Bank Indonesia (BI) pun optimistis arus modal asing akan membanjiri pasar keuangan Indonesia, menaksir bahwa angkanya bakal mencapai US$ 19,6 miliar menyusul rencana stimulus dari pemerintah AS.
"Kita lihat capital inflow akan lebih besar tahun ini, jadi overall balance pembayaran bisa surplus. Itu bisa mendukung penguatan rupiah. Portofolio yang masuk kita perkirakan US$ 19,6 miliar," kata Gubernur BI Perry Warjiyo kemarin.
Berlanjutnya capital inflow ke dalam negeri tentunya bisa menopang berlanjutnya penguatan rupiah pada perdagangan hari ini, Kamis (4/2/2021).
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan di atas Rp 14.000/US$.
Mata Uang Garuda masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.
Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.
Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu, indikator stochastic mendekati wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat masih di level psikologis Rp 14.000/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.050/US$. Jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.080 sampai 14.100/US$ yang merupakan resisten terdekat di pekan ini, dan berada di kisaran MA 50.
Sementara jika level psikologis ditembus, rupiah menguat ke Rp 13.970/US$. Kemampuan melewati level tersebut akan membawa rupiah menguat ke Rp Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!
