Analisis

GameStop Anjlok 60%, Ingat Trend is Your Friend bukan Hype!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 February 2021 19:17
GameStop
Foto: GameStop (AP/John Minchillo)

Jakarta, CNBC Indonesia - GameStop Corp. membuat heboh pasar saham global dalam beberapa pekan terakhir. Bukan karena aksi korporasi yang dilakukan, tetapi karena harga sahamnya yang meroket gila-gilaan.

Padahal, secara finansial, perusahaan ini termasuk 'megap-megap'. Manajemen rugi bahkan menutup beberapa toko akibat dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Harga saham GameStop (GME) di akhir 2020 lalu berada di level US$ 18,84/saham di bursa New York Stock Exchange (NYSE) alias Wall Street.

Memasuki tahun 2021 pergerakan saham GME masih terbilang normal, baru pada pertengahan Januari mulai meroket dan membuat pelaku pasar terkaget-kaget. Pada Kamis (28/1/2021), harga saham GME mencapai rekor tertinggi US$ 483/saham. Artinya dibandingkan posisi akhir tahun 2020 hingga ke rekor tersebut saham GME meroket nyaris 2.500%

Namun yang lebih mengagetkan lagi, penguatan saham GME terjadi akibat aksi para investor ritel, yang bisa jadi pertama kali dalam sejarah.

Kisah ini bermula ketika para Hedge Fund raksasa, terutama Melvin Capital yang merupakan Hedge Fund milik Gabriel Plotkin yang didirikan sejak 2014 dan memiliki asset under management (AUM) sebesar US$ 12,5 miliar atau setara dengan Rp 176 triliun, melihat Gamestop sedang kesulitan, dan dengan ganas melakukan posisi jual kosong alias short sell.

Ini adalah transaksi di mana investor menjual saham yang belum dimilikinya di harga tinggi, dengan harapan akan membeli lagi di harga bawah.

Melihat hal ini, segelintir investor ritel di forum saham 'wallstreetbets' merasa tidak senang dan menganggap sang Hedge Fund sedang mem-bully perusahaan kecil serta para investor kecil yang sedang kesulitan.

Forum 'wallstreetbets' (WSB) sendiri merupakan sub forum dari Reddit dengan total anggota sebanyak 3,9 juta investor. Para pelaku pasar amatir anggota forum tersebut yang menyebut dirinya 'autis' ini doyan menjudikan seluruh tabungan dan hartanya ke satu saham dengan leverage mencapai puluhan kali.

Investor yang tidak senang ini mulai melakukan pembelian di saham Gamestop, terutama pengguna bernama DeepF*ckingValue' (DFV) yang memimpin penyerangan, dengan melakukan pembelian saham dan opsi call (kontrak untuk membeli suatu saham di harga tertentu) di saham GME sebanyak lebih dari US$ 800.000 (sekitar Rp 11,3 miliar).

Seiring berjalannya waktu, banyak pengguna WSB lain yang mengikuti jejak DFV, yang pada akhirnya membuat saham GME meroket.

Kenaikan harga yang gila-gilaan tersebut memicu efek short squeeze (kenaikan saham karena para penjual kosong menutup posisinya) yang membuat GME semakin menanjak.

Melesat kencangnya saham Gamestop menyebabkan Melvin Capital terpaksa menginjeksikan dana ke posisi short-nya atau menutup posisinya. Setelah total AUM anjlok mencapai 30% atau kerugian mencapai US$ 3,75 miliar atau Rp 54 triliun, Melvin Capital mendapat injeksi dana dari 2 hedge fund raksasa lain, yakni Citadel dan Point 72 sebesar US$ 2,75 miliar (Rp 38,8 triliun).

Namun pada akhirnya, Melvin Capital tak sanggup menahan kenaikan saham GME. AUM Melvin Capital sendiri anjlok parah dan hanya tersisa US$ 8 miliar atau senilai Rp 112 triliun - termasuk dana talangan dari Citadel dan Point72 - anjlok dari level US$ 12,5 miliar atau senilai Rp 175 triliun pada awal tahun, setelah kedua investor tersebut menyuntikkan dana.

Meroketnya saham GME tidak hanya memakan korban bandar besar, investor ritel juga ikut terkena imbasnya. Sebab, harga saham GME ambrol dalam 2 hari terakhir. Selasa kemarin GME anjlok 60% ke US$ 90/saham. Di awal pekan juga ambrol lebih dari 30%.

Seperti disebutkan sebelumnya, DVF menjadi salah satu yang menginspirasi aksi beli saham GME. Namun kini, investor ritel yang bernama asli Keith Gill tersebut justru menderita kerugian besar. Anjloknya saham GME sebesar 60% Selasa kemarin membuat DVF merugi lebih dari US$ 13 juta.

Belum lagi kerugian lebih dari US$ 5 juta di hari Senin, juga akibat anjloknya saham GME. Padahal sebelum GME mengalami kemerosotan di pekan ini, return yang dihasilkan DFV mencapai US$ 33 juta, berdasarkan postingan-nya di Reddit, sebagaimana diberitakan CNBC International.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Selalu Ingat Trend is Your Friend, Bukan Hype!

Berkaca dari pergerakan saham GME yang meroket kemudian nyungsep, mengikuti hype di pasar tentunya memiliki risiko yang sangat besar

DFV yang menjadi inspirator pun akhirnya mengalami kerugian, apalagi investor-investor ritel yang membeli saham di pucuk, tentunya mengalami kerugian yang besar.

"Anda membaca artikel di Investopedia dan tahu apa itu short squeeze, tapi di luar sana banyak orang juga membaca artikel yang sama. Pengetahuan kolektif tersebut kemungkinan membuat saham GME mencapai puncak," kata Mike Caligiuri, pendiri Caligiuri Financial, sebagaimana dilansir Bloomberg.

"Pada akhirnya, ketika semua posisi short mulai habis, peluang investor untuk masuk ke pasar dan mendorong harga naik kembali akan meredup," tambahnya.

Sementara itu menurut Dana Menard, pendiri dan CEO Twin Cities Wealth Strategies Inc. mengatakan keputusan investasi yang dilakukan investor institusional berdasarkan keputusan yang rasional, berbeda dengan investor ritel dalam kasus GME, yang punya banyak motif dalam pengambilan keputusan investasi yang membuat harganya meroket.

"Dari sisi institusional, mereka menempatkan investasinya berdasarkan keputusan rasional. Namun, komunitas digital seperti Reddit, para investor ritel di dalamnya tidak diragukan lagi memiliki banyak motif untuk membuat harga saham meroket. Dari banyak motif tersebut, kesejahteraan finansial Anda tidak termasuk di dalamnya," kata Menard.

Menard juga mengatakan, hedge fund memiliki akses informasi yang tidak dimiliki oleh investor ritel, dan memperingatkan harus berhati-hati ikut masuk ke saham yang menguat hanya karena hype.

"Mereka (investor ritel) mungkin melihat beberapa indikator di sini atau di sana, tetapi yang pasti mereka tidak memiliki informasi seperti yang dipunya oleh investor institusional. Apa yang diunggapkan oleh investor ritel hanya desas-desus, kecuali mereka mewawancarai CEO GameStop dan mendapat informasi yang diperlukan," tambahnya.

Daripada mengikuti hype, lebih baik ingat ungkapan lama di dunia pasar finansial, the trend is your friend. Ikutilah tren di pasar maka akan menghasilkan profit, kurang lebih seperti itu artinya.

Secara psikologis, tren di pasar bisa terjadi ketika mayoritas investor "sepakat" melihat kemana arah suatu saham akan bergerak. Tentunya dilihat dari banyak faktor, mulai dari fundamental perusahaan, kondisi perekonomian, hingga kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Maka, ketika semua faktor-faktor tersebut di analisis dan mayoritas investor baik institusional maupun ritel melihat potensi arah saham dalam jangka panjang, misalnya akan naik, maka tren akan terjadi.

Tetapi, tren terbentuk dalam waktu yang cukup panjang, dan fluktuasi dalam jangka pendek biasa terjadi, sehingga untuk meraih cuan tentunya perlu kesabaran.

James McManus, kepala investasi di Nutmeg, perusahaan investasi yang berbasis di London mengatakan fokus investor ritel seharusnya tujuan dalam jangka panjang, bukan mengikuti hype sesaat.

"Fokus, sabar dan disiplin, serta diversifikasi secara historis merupakan kunci menghasilkan profit, bukan ikut-ikutan 'cerita' hari ini yang membuat pasar turun dan naik," kata McManus.

Tetapi selalu diingat, tren pada suatu titik juga akan berakhir, sehingga kalimat yang lengkap "the trend is your friend, until the end when it bends

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kisah Epic Investor Ritel Bantai Bandar Hingga Rugi Rp 339 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular