Analisis Teknikal

IHSG Rebound ke 6.000, Rupiah Bisa ke Bawah Rp 14.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 February 2021 08:40
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin kemarin, setelah sempat bolak-balik antara penguatan dan pelemahan. Pergerakan rupiah dipengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak liar kemarin.

IHGS pada perdagangan pagi sesi I ambrol lebih dari 2%, sebelum berbalik melesat lebih dari 1%, dan sempat merosot lagi nyaris ke zona merah. Namun memasuki perdagangan sesi II, IHSG langsung melesat hingga menguat 3,5% jauh ke atas level 6.000 lagi.

Penguatan tajam tersebut membuat rupiah ikut menguat, padahal mata uang utama Asia lainnya melemah melawan dolar AS.

Selain itu kabar bagus datang dari dalam negeri. IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Januari 2021 sebesar 52,2. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,3.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau sudah di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang memasuki masa ekspansi.

"Sektor manufaktur Indonesia masih berada di jalur pemulihan pada awal 2021. Produksi industri dan pesanan baru (new orders) meningkat ke posisi tertinggi. Tren ini akan mendorong kepercayaan diri pelaku usaha," kata Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Yang bagus dari ekspansi tersebut adalah terjadi saat berlangsung Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

PPKM di Jawa dan Bali berlangsung sejak 11 Januari lalu hingga 8 Februari mendatang. Hal tersebut dikhawatirkan akan memperlambat pemulihan ekonomi Indonesia, sebab kegiatan masyarakat banyak yang dibatasi.

Tetapi nyatanya sektor manufaktur Indonesia justru semakin berekspansi.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih tertahan di atas Rp 14.000/US$.

Mata Uang Garuda masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

jkseGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Sementara itu, indikator stochastic bergerak turun mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat masih di level psikologis Rp 14.000/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.050/US$. Jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.080 sampai 14.100/US$ yang merupakan resisten terdekat di pekan ini, dan berada di kisaran MA 50.

Sementara jika level psikologis ditembus, rupiah menguat ke Rp 13.970/US$. Kemampuan melewati level tersebut akan membawa rupiah menguat ke Rp Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular