Harap Tenang! Harga Batu Bara Memang Longsor tapi Ada Katalis

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 February 2021 09:16
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mengalami koreksi yang tajam pada perdagangan kemarin, Senin (1/2/.2021). Harga kontrak futures (berjangka) batu bara ICE Newcastle drop 6,5% ke US$ 84,15/ton.

Kini harga kontrak batu legam yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka tersebut berada di level terendahnya sejak 19 Januari lalu. Tren yang terjadi, harga batu bara akan drop pascatembus rekor tertinggi barunya. 

Di akhir bulan Desember misalnya harga batu bara termal Newcastle sempat menyentuh US$ 85,5/ton. Setelah itu harga batu bara longsor dalam lima hari perdagangan beruntun ke US$ 75,7/ton.

Selang tak berapa lama harga batu bara langsung bangkit. Harga batu bara pun tembus US$ 90/ton dalam kurun waktu kurang dari satu minggu. Harga batu bara kembali anjlok ke bawah US$ 85/ton.

Namun lagi-lagi harga komoditas unggulan Negeri Kanguru dan Indonesia ini terbang dan menyentuh level US$ 91/ton. Selisih (spread) harga batu bara termal Australia (Newcastle) dan China (Qinhuangdao) semakin menipis belakangan ini.

Dulu selisih harga kedua batu bara ini mencapai US$ 70/ton. Namun sekarang selisihnya sudah semakin sempit di bawah US$ 50/ton. Hal ini diakibatkan oleh penurunan drastis harga batu bara lokal China setelah pemerintah memutuskan untuk mendongkrak produksi dan melonggarkan kebijakan impornya.

Terpilihnya Joe Biden sebagai presiden ke-46 AS juga membawa sentimen buruk untuk sektor energi fosil, tak terkecuali batu bara. Berbeda dengan Trump, politisi partai Demokrat itu lebih pro terhadap energi yang bersih.

Fokus Biden untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim tercermin dalam tindakannya yang kembali bergabung dengan Perjanjian Paris serta berupaya untuk menghentikan kontrak minyak baru dan menghapus subsidi bahan bakar fosil.

AS dan Eropa memang serius untuk beralih ke bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Kendati langkah serupa juga terus diupayakan oleh China, India dan Jepang pasar batu bara di kawasan Asia Pasifik masih bergairah.

Geliat ekonomi China sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia membuat permintaan terhadap komoditas energi fosil ini meningkat dan membuat harganya terbang. Prospek batu bara di tahun ini dinilai lebih positif dari tahun 2020.

Pandemi Covid-19 memang masih terus merebak. Banyak pihak yang skeptis vaksinasi akan berhasil mengingat uji klinis yang belum selesai, pasokan yang terbatas dan masalah distribusi yang kompleks. 

Namun sentimen commodity supercycle cukup membuat harga komoditas pertanian dan pertambangan terdongkrak termasuk batu bara. Apabila berkaca pada tren historis, harga batu bara masih berpeluang melesat ke US$ 100/ton seperti yang terjadi pada 2009 dan 2016 silam. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Tak Kapok Cetak Rekor, Harga Batu Bara Tembus US$ 61/Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular