IHSG Jeblok Hingga 2%, Rupiah Malah Juara Asia!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 January 2021 16:25
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Pada Rabu lalu, indeks dolar AS melesat 0,53%, tetapi kemarin kemarin mengalami koreksi 0,21% ke 90,455 setelah produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 yang tumbuh 4% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), lebih rendah dari prediksi para ekonom yang disurvei Dow Jones sebesar 4,3%.

Namun pada hari ini, indeks dolar AS kembali naik 0,34% ke 90,764 akibat rontoknya bursa saham global yang menjadi indikasi memburuknya sentimen pelaku pasar.

Rilis data PDB AS sebenarnya mengkonfirmasi pernyataan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) jika pemulihan ekonomi AS mengalami pelambatan. Dengan demikian The Fed kemungkinan akan mempertahankan kebijakan ultra longgar dalam waktu yang lama, bahkan ada kemungkinan program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan ditambah jika pemulihan ekonomi terus memburuk.

Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS ke depannya.

Pada Kamis dini hari kemarin The Fed di bawah komando Jerome Powell mengumumkan mempertahankan suku bunga di rekor terendah <0,25% dan QE senilai US$ 120 miliar per bulan.

"Perekonomian masih jauh dari target inflasi dalam kebijakan moneter kami, dan kemungkinan membutuhkan waktu beberapa lama untuk mencapai kemajuan yang substansial. Kebijakan masih akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (28/1/2021).

Selain itu, dalam konferensi pers usai mengumumkan kebijakan moneter. Powell mengatakan laju pemulihan ekonomi dan pasar tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir berjalan secara moderat, dengan pelemahan terjadi di sektor yang paling terdampak pandemi.

Sementara itu, "bisik-bisik" pengurangan nilai QE atau yang dikenal dengan tapering di akhir tahun ini, yang selama ini beredar di pasar, dibantah oleh Powell.

"Mengenai tapering, itu masih prematur. Kamu baru saja membuat panduan. Kami mengatakan kami ingin melihat kemajuan yang substansial menuju target kami sebelum kami memodifikasi panduan QE. Dan itu masih terlalu prematur untuk membahas kapan waktunya, kami harus fokus dalam kemajuan yang ingin kami lihat," kata Powell.

Pernyataan Powell tersebut membuat "bisik-bisik" tapering di akhir tahun ini meredup. Jika tapering tidak dilakukan, artinya likuiditas di pasar masih akan besar dan secara teori dolar AS masih akan tertekan.

Selain itu, pernyataan Powell yang harus diperhatikan juga yakni kebijakan akan "sangat akomodatif saat pemulihan sedang berlangsung." Artinya, ketika laju pemulihan ekonomi AS terus memburuk, maka The Fed akan bertindak lebih jauh dengan menambah nilai QE.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular