Siap Cuan & Berburu Saham, tapi Baca Dulu 8 Informasi Ini

Monica Wareza, CNBC Indonesia
29 January 2021 08:25
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Kamis (28/1/21) ditutup anjlok parah 2,12% ke level 5.979,38.

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih sebanyak Rp 26 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi menyentuh Rp 16,24 triliun.

Sentimen pasar datang dari AS. Sesuai dengan ekspektasi pasar di mana bank sentral The Fed ternyata tidak akan meningkatkan suku bunga dan tetap akan melakukan pembelian obligasi dalam jumlah besar untuk menginjeksi likuiditas ke pasar, sehingga ketakutan pasar akan adanya taper tantrum tidak berdasar karena posisi yang dilakukan The Fed masih posisi kebijakan moneter longgar.

Komite pasar terbuka The Fed menjaga suku bunga tetap berada di level 0% hingga 0,25% dan menjaga pembelian obligasi berada di posisi US$ 120 miliar per bulan.

Bank Sentral AS tersebut memberi signal bahwa jalur ekonomi AS akan bergantung terhadap kasus corona, salah satunya bagaimana progres dari vaksinasi, di mana The Fed mengatakan krisis kesehatan publik ini mengganggu aktivitas ekonomi.

Untuk memulai lagi perdagangan hari ini Jumat (29/1/2021), ada baiknya disimak sederet kabar emiten yang terjadi kemarin.

1. Terdampak Pandemi, Laba Bank Mandiri 2020 Terkontraksi

Laba bersih PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tercatat Rp 17,1 triliun pada kinerja laporan keuangan 2020, turun 37,71% dibandingkan dengan setahun sebelumnya.

"Kami cukup confident dengan respon yang kami lakukan pada situasi pandemi ini. Oleh karena itu, meski laba bersih tahun lalu terkontraksi 38% menjadi Rp17,1 triliun, kami optimis kinerja Bank Mandiri akan mengalami rebound pada tahun ini," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi, Kamis (28/1/2021).

Lebih lanjut, Darmawan mengatakan, pencapaian laba di 2020 didorong oleh pertumbuhan fee based income yang tumbuh sebesar 4,9% yoy menjadi Rp28,7 triliun, dengan salah satu penyumbang utama adalah pendapatan dari transaksi online.

2. ARB 12 Hari, BEI Jelaskan Soal KAEF & INAF Tak Masuk UMA

Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan penjelasan perihal banyaknya saham-saham yang menyentuh level auto reject bawah (ARB) berhari-hari namun tidak masuk dalam saham yang bergerak di luar kewajaran atau Unusual Market Activity (UMA)

Menurut Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Sihar Manulang, menjelaskan, tindakan pengawasan bursa melalui pemberlakukan UMA tidak mengacu kepada batasan auto reject atas/ARA maupun autoreject bawah/ARB.

3. BRI Pede Pertumbuhan Kredit Tahun Ini Bisa Lebih Tinggi

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) optimis pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terdongkrak dengan adanya konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat yang mulai meningkat. Dengan adanya pertumbuhan ini maka penyaluran kredit perbankan tahun ini juga akan terdongkrak naik.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan tahun ini outlook ekonomi tahun ini lebih optimis dibanding dengan tahun lalu, didorong oleh sejumlah indikator seperti vaksin dan prediksi dari lembaga dunia seperti International Monetary Fund (IMF) yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,4%.

4. Alamak! GGRM & Matahari Terdepak dari Indeks High Dividend 20

Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan perubahan anggota Indeks IDX High Dividend 20 untuk periode perdagangan Februari 2021 hingga Januari 2022.

Berdasarkan pengumuman BEI, otoritas Bursa mendepak saham PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) dan PT Matahari Department Store Tbk. (LPPF) dari daftar 20 emiten paling getol membagikan dividen itu.

Adapun dua saham penggantinya yakni emiten Grup Sinarmas, PT Puradelta Lestari Tbk. (DMAS) dan PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP).

5. Grup Ciputra Rilis MTN Rp 1 T di Singapura, Buat Apa Saja?

Perusahaan properti holding Grup Ciputra, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) melakukan penawaran obligasi jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) global senilai S$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,06 triliun (kurs Rp 10.605/S$.

Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Singapura (SGX), dikutip Kamis (28/1/2021), MTN bernama Series 003 Notes ini ditawarkan kepada investor dengan kupon 6%, mulai 25 Januari 2021 dan jatuh tempo pada 2 Februari 2026.

6. Farmasi Kian 'Seksi', Emiten Logistik DEAL Kepincut Masuk

Emiten logistik, PT Dewata Freight International Tbk. (DEAL) menandatangani nota kesepahaman dengan PT Promosindo Medika (Promedik) terkait kerja sama di bisnis farmasi.

Direktur Utama DEAL, Bimada mengatakan, kerja sama tersebut untuk mendukung pertumbuhan dan kesempatan pengembangan usaha perseroan.

"Penandatanganan nota kesepahaman sebagai langkah awal yang dilakukan untuk dapat mengidentifikasi memenuhi kebutuhan pelanggan dalam usaha mengelola logistiknya agar efisien dan efektif," kata Bimada, dalam siaran pers, Kamis (28/1/2021).

7. Wow! Temasek Caplok 19% Saham Pengelola Hypermart Rp 4 T

Anderson Investments Pte. Ltd (Anderson), entitas yang secara tidak langsung dimiliki sepenuhnya oleh Temasek Holdings (Private) Limited asal Singapura, resmi memegang 19% saham PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), pengelola Hypermart milik Grup Lippo.

Grup Lippo memegang saham MPPA lewat PT Multipolar Tbk (MLPL) yang juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sekretaris Perusahaan MLPL Natalie LIe mengatakan pihaknya sudah meneken Perjanjian Penempatan Hak Tukar (Exchangeable Rights Subscription Agreement) tertanggal 31 Januari 2013 yang dibuat antara Prime Star Investment Pte. Ltd. (PSI), MLPL, dan Anderson, sebagaimana telah ditambahkan dan diubah oleh perjanjian kerja sama tanggal 2 Februari 2018.

8. Untung Jadi Rugi! Ini Nasib MCAS yang Diendorse Raffi Ahmad

Belum lama ini saham emiten PT M CASH Integrasi Tbk (MCAS) menjadi perhatian publik karena direkomendasikan oleh penyanyi Ari Lasso dan presenter Raffi Ahmad. Mengaku tak dibayar, kedua selebritas ini mengaku saham MCAS memiliki performa yang baik.

Namun, emiten ini diketahui melakukan revisi terhadap laporan keuangan secara beruntun dan menciptakan keanehan. Pasalnya revisi ini membuat emiten teknologi informasi ini mencatatkan rugi sangat besar, setelah sebelumnya melaporkan untung yang juga besar.

Berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, revisi laporan keuangan terjadi pada 2020, namun mengalami dampak revisi terhadap kinerja 2019. Misalnya pada semester I-2019 awalnya emiten ini melaporkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik induk sebesar Rp 90,78 miliar. Namun MCAS kemudian mengeluarkan laporan keuangan Semester I-2019 dengan laba neto tahun berjalan hanya Rp41,6 miliar.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular