Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) pada perdagangan sesi pertama Kamis (28/1/21) menguat 0,36% ke posisi Rp 2.820/saham, di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bahkan sempat menguat 6%, menjelang resmi menjadi bank syariah terbesar Indonesia.
Penguatan BRIS juga terjadi setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis izin untuk PT Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai entitas baru, di mana Bank ini merupakan hasil merger tiga bank syariah milik Himbara.
Dalam sebulan terakhir, saham BRIS telah melesat hingga 29,69% dan selama 3 bulan terakhir, saham BRIS telah melesat hingga 112,14%.
Data perdagangan menunjukkan, saham BRIS ditransaksikan senilai Rp 548 miliar dengan volume perdagangan 190,7 miliar saham.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo menyampaikan hal tersebut kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/1/2021).
"Izin tersebut diterbitkan melalui surat dengan Nomor : SR-3/PB.1/2021 tanggal 27 Januari 2021 perihal Pemberian Izin Penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syairah ke dalam PT Bank BRIsyariah Tbk serta Izin Perubahan Nama dengan Menggunakan Izin Usaha PT Bank BRIsyariah Tbk Menjadi Izin Usaha atas nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk sebagai Bank Hasil Penggabungan," tulis Anto melalui pesan singkat.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan perkembangan merger tiga bank syariah BUMN dengan entitas penerima yakni PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS). Bank ini nantinya akan bernama Bank Syariah Indonesia, tetap dengan kode perdagangan BRIS di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pemerintah akan menjadi ultimate shareholder dari bank hasil penggabungan melalui bank-bank Himbara (Himpunan Bank-bank Milik Negara) sebagai pemegang saham bank hasil penggabungan.
Adapun komposisi pemegang saham BSI nantinya yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 51,2%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) 25,0%, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,4%, DPLK BRI-Saham Syariah 2%, dan investor publik 4,4%.
Dalam laporan keuangan Bank BRI Syariah per 30 September 2020, laba bersih yang dapat diatribusikan ke entitas induk sebesar Rp 191 miliar. Angka ini mengalami kenaikan dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 56 miliar.
Pendapatan dari mudharib juga naik 23% menjadi Rp 3,03 triliun pada kuartal ketiga tahun 2020, sehingga hak bagi hasil milik bank juga naik sekitar 30% menjadi 1,98 triliun pada kuartal III-2020.
Adapun laba usaha perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 323 miliar atau naik dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 87 miliar.
Dari posisi neraca, total liabilitas perseroan per 30 September 2020 sebesar Rp 16,72 triliun, naik sekitar 40% dari periode akhir tahun Desember 2019 yang sebesar Rp 11,88 triliun.
Sedangkan total dana syirkah temporer perseroan pada kuartal III-2020 sebesar Rp 34,08 triliun atau naik sekitar 30% dari periode 31 Desember 2019 yang sebesar Rp 26,16 triliun.
Sedangkan total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 4% menjadi Rp 5,3 triliun. Adapun total aset perseroan per 30 September 2020 naik 30% menjadi Rp 56,1 triliun.
Secara fundamental, valuasi harga dibanding nilai bukunya (price to book value/PBV), saham BRIS masih relatif murah yakni di angka 5,25 kali. Namun jika dibandingkan dengan rata-rata PBV perbankan yakni di angka 1,06 kali, BRIS masih lebih mahal sedikit.
PBV adalah rasio harga terhadap nilai buku, biasa digunakan untuk melihat seberapa besar kelipatan dari nilai pasar saham perusahaan dengan nilai bukunya. Misalkan PBV sebesar 5x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar 5 kali lipat dibandingkan kekayaan bersih perusahaan.
Sedangkan apabila menggunakan metode valuasi laba bersih dibandingkan dengan harga sahamnya (price to earnings ratio/PER), saham BRIS ternyata sudah jauh lebih mahal, karena angkanya berada di atas 100 kali atau lebih tepatnya 112,41 kali.
Jika dibandingkan dengan rata-rata PER perbankan, saham BRIS memang sudah jauh lebih mahal, di mana saat ini PER perbankan keuangan berada di angka 10,82 kali. PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih perusahaan.
TIM RISET CNBC INDONESIA