
Biden Larang Warga Inggris ke AS, Poundsterling Ambrol Gak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS), Joseph 'Joe' Biden, dilaporkan akan memberlakukan larangan bagi warga Inggris untuk datang ke negaranya, guna mencegah penyebaran virus corona yang mengalami mutasi.
CNBC International mengutip sumber yang mengetahui hal tersebut melaporkan Biden akan meneken larangan tersebut pada hari Senin (25/1/2021) waktu setempat.
Tidak hanya Inggris, Biden juga melarang warga dari Afrika Selatan dan Brasil datang ke AS, dimana virus corona negara-negara tersebut ditengarai mengalami mutasi, dan bisa menyebar dengan lebih mudah.
"Kami menambahkan Afsel ke daftar terbatas karena varian yang mengkhawatirkan yang telah menyebar ke luar," kata Dr. Anne Schuchat, wakil direktur utama Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dilansir dari Reuters.
Schuchat menambahkan CDC juga menerapkan serangkaian tindakan ini untuk melindungi orang Amerika dan juga untuk mengurangi risiko penyebaran varian ini dan memperburuk pandemi saat ini.
Larangan tersebut tidak memberikan dampak besar di pasar finansial, kurs poundsterling masih menguat melawan dolar AS. Pada pukul 11:13 WIB GBP 1 setara US$ 1,3698, pounsteling menguat 0,1% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Poundsterling juga masih berada di dekat level tertinggi sejak Mei 2018 di US$ 1,3746 yang dicapai pada Kamis pekan lalu.
Sterling mampu terus berjaya melawan dolar AS setelah mencapai deal Brexit dan resmi keluar dari Uni Eropa (UE) 1 Januari 2021.
Inggris dan UE mencapai kesepakatan "zero tariff-zero quota", artinya tidak akan ada bea impor yang tinggi, atau pembatasan jumlah produk yang dijual kedua belah pihak.
Ada juga kesepakatan-kesepakatan lainnya, seperti mengenai penangkapan ikan, nelayan dari UE maupun Inggris masih boleh menangkap ikan di kedua perairan selama 5,5 tahun ke depan. Setelahnya setiap tahun akan diadakan perundingan masalah kuota penangkapan ikan.
Untuk diketahui, Inggris pada tahun 2020 berada dalam masa transisi keluar dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit. Masa transisi tersebut berlaku hingga 31 Desember, jika tidak tercapai kesepakatan, maka akan terjadi hard Brexit. Artinya Inggris akan keluar begitu saja tanpa privilege apapun, termasuk akses ke pasar tunggal, dimana produk dari Inggris bisa bebas keluar masuk UE tanpa bea masuk.
Hard Brexit merupakan sesuatu yang ditakutkan pelaku pasar, sebab bisa membawa ekonomi Inggris merosot tajam, juga menyeret ekonomi negara-negara Eropa lainnya.
Dengan adanya kesepakatan dagang, artinya Inggris akan "bercerai baik-baik" dengan Uni Eropa, dan hard Brexit bisa dihindari.
Dengan adanya deal Brexit, pasar dibuat lega, setelah berbulan-bulan tanpa kejelasan kemana arah Brexit. Hal tersebut diperparah dengan terjadinya pandemi penyakit virus corona (Covid-19) yang membuat perundingan ditunda beberapa kali.
"Dengan hilangnya risiko utama bagi perekonomian Inggris dalam jangka pendek dan panjang, kesepakatan tersebut membuat aliran investasi yang signifikan ke Inggris dan mendukung pemulihan ekonomi ketika virus corona sudah berhasil diredam. Hal itu juga memberikan pondasi yang kuat untuk pasar saham Inggris dan mata uang poundsterling di tahun 2021," kata Kallum Pickering, ekonom di Berenberg Bank, dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pelantikan Biden & Pelemahan Dolar, Sentimen Positif IHSG