
Rupiah Lesu, Dolar AS Balik ke Rp 14.000! Ada Apa Gerangan?

Sementara dari dalam negeri, sepertinya keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan berdampak positif. Kemarin, Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Januari 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,75%.
Tanpa penurunan suku bunga, imbalan berinvestasi di Indonesia (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) akan tetap menarik. Apalagi di tengah iklim suku bunga rendah yang terjadi di negara maju, investor global tentu akan mencari tempat untuk menanamkan modal yang memberikan cuan gede.
"Kami belum lihat tapering, suku bunga will low for longer dan likuiditas longgar akan terus kami cermati. Ini jadi salah satu faktor pasar keuangan global akan kondusif ke portofolio Indonesia dan negara berkembang pada umumnya," jelas Perry Warjiyo, Gubernur BI.
Saat ini, selisih alias spread imbal hasil (yield) surat utang pemerintah Indonesia dan AS yang sama-sama bertenor 10 tahun berada di 506,9 basis poin (bps). Setelah sempat menyempit, selisih yield dua instrumen ini bergerak melebar sejak awal tahun.
Dengan iming-iming imbalan yang menarik, investor sepertinya bakal tetap bernafsu memburu aset-aset di pasar keuangan Ibu Pertiwi. BI memperkirakan aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia pada 2021 bisa mencapai US$ 19,1 miliar, naik tajam dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 11 miliar. Derasnya arus modal itu menjadi 'doping' yang bisa membuat rupiah perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
