PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Holding merupakan Badang Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil Perkebunan.
Komoditas yang diusahakan adalah kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, kakao, tembakau, aneka kayuan, buah-buahan dan aneka tanaman lainnya.
Dalam laporan keuangan Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN), total liabilitas perseroan per 31 Desember 2019 sebesar Rp 77,65 triliun, dengan rincian liabilitas jangka pendek perseroan per 31 Desember 2019 naik menjadi Rp 36,37 triliun dan liabilitas jangka Panjang yang mencapai Rp 41,29 triliun.
Pada akhir tahun 2019, perseroan juga masih memiliki utang usaha sebesar Rp 4,45 triliun. Rincian utang usaha ini dilakukan kepada pihak berelasi yang mempunyai nilai yang lebih besar.
Adapun utang usaha dari pihak berelasi yang terbesar yakni PT Petrokimia Gresik sebesar Rp 283,85 miliar dan Koperasi Karyawan Rua Jurai sebesar Rp 242,51 miliar.
Perseroan juga masih memiliki utang lainnya dalam jangka pendek pada akhir tahun 2019. Adapun utang lain-lainnya dalam jangka pendek yang terbesar adalah utang Dana Pensiun Perkebunan sebesar Rp 105,62 miliar.
Sementara itu, utang jangka Panjang lainnya pada akhir tahun 2019 sebesar Rp 344 miliar, dengan rincian utang PT Langkat Nusantara Kepong sebesar Rp 66,48 triliun, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar Rp 43,38 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 17,16 miliar, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 18,1 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan masing-masing dari empat BUMN Karya, rata-rata memiliki utang mencapai Rp 40 T, baik dalam jangka pendek maupun jangka Panjang.
Dalam laporan keuangan PT Adhi Karya Tbk (ADHI), total liabilitas perseroan per 30 September 2020 mencapai Rp 31,97 triliun atau naik 7,7% dibandingkan dengan akhir tahun 2019. Liabilitas jangka pendek perseroan per 30 September 2020 naik 8,5% menjadi Rp 26,57 triliun.
Adapun liabilitas jangka panjang perseroan naik 4,1% menjadi Rp 5,4 triliun pada kuartal III-2020.
Sedangkan, dari laporan keuangan PT PP Tbk (PTPP), total liabilitas perseroan per 30 September 2020 turun 2,7% menjadi Rp 39,76 triliun.
Hal ini disebabkan dari turunnya liabilitas jangka panjang perseroan pada 30 September 2020, yakni turun 19% menjadi Rp 9,18 triliun. Adapun liabilitas jangka pendek perseroan naik 3,6% menjadi Rp 29,53 triliun pada kuartal III-2020.
Sementara itu, dari laporan keuangan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), total liabilitas perseroan per 30 September 2020 naik 5,5% menjadi Rp 45,26 triliun.
Hal ini disebabkan dari naiknya liabilitas jangka pendek perseroan pada 30 September 2020 menjadi Rp 40,18 triliun dari sebelumnya pada akhir tahun 2019 sebesar Rp 30,35 triliun. Adapun liabilitas jangka panjang turun menjadi Rp 5,08 triliun pada kuartal III-2020.
Dari ketiga BUMN Karya diatas, ada satu BUMN Karya yang tingkat utangnya mencapai Rp 90 triliun, yakni PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Dari laporan keuangan PT Waskita Karya Tbk (WSKT), total liabilitas perseroan per 30 September 2020 turun 1,7% menjadi Rp 91,86 triliun. Walaupun utang WSKT berhasil turun, namun penurunannya cenderung tipis dan masih di kisaran Rp 90 triliun.
Turunnya utang atau liabilitas WSKT disebabkan dari turunnya liabilitas jangka pendek perseroan pada 30 September 2020 menjadi Rp 38,17 triliun atau turun 13,8%. Adapun liabilitas jangka panjang naik 9,5% menjadi Rp 53,07 triliun pada kuartal III-2020.
Masih tingginya utang dari keempat BUMN Karya tersebut karena saat ini sebagian besar proses pembangunan infrastruktur masih berjalan dan membutuhkan dana besar.
Namun kinerja menurun, baik keuangan maupun operasional akibat dari pandemi virus corona (Covid-19) karena jumlah tenaga konstruksi dan jam operasional pembangunan dikurangi.
Akibat dari pengurangan tersebut, beberapa proyek mau tidak mau target selesainya diundur dan menyebabkan kinerja keuangan tergerus.
Pandemi virus corona (Covid-19) membuat kinerja keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjadi terpuruk. Hal ini diakibatkan dari pemberlakuan pembatasan penumpang di transportasi umum, termasuk di kereta api
Pembatasan jumlah penumpang di kereta api, terutama kereta api jarak jauh dan menengah membuat okupansi menjadi menurun dari biasanya dan juga membuat operasi beberapa kereta api penumpang jarak jauh dan menengah dikurangi.
Alhasil PT KAI membukukan rugi bersih pada semester 1 tahun 2020 karena pendapatan yang diterima menurun drastis akibat jumlah penumpang yang sedikit dari biasanya.
Sementara itu, untuk menyelamatkan kegiatan operasional perkeretaapian, PT KAI mengandalkan operasional lainnya seperti memaksimalkan angkutan logistik melalui kereta api barang (gerbong).
Selain itu, PT KAI juga meminta bantuan kepada pemerintah agar operasional perseroan dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam laporan keuangan PT KAI, total liabilitas perseroan per 30 Juni 2020 sebesar Rp 26,12 triliun, dengan rincian liabilitas jangka pendek perseroan sebesar Rp 8,13 triliun dan liabilitas jangka Panjang yang mencapai Rp 17,98 triliun.
Pada semester I-2020, perseroan juga masih memiliki utang usaha sebesar Rp 1,14 triliun. Rincian utang usaha ini dilakukan kepada pihak berelasi yang mempunyai nilai yang lebih besar.
Adapun utang usaha dari pihak berelasi yang terbesar yakni PT Industri Kereta Api (INKA) sebesar Rp 73,49 miliar, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 18,94 miliar, dan PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 17,08 miliar.
Perseroan juga masih memiliki pinjaman bank dalam jangka pendek pada semester 1 tahun 2020, dengan rincian dari pihak berelasi yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 2 triliun dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar Rp 104,43 miliar.
Sedangkan dari pihak ketiga, PT KAI memiliki utang di PT Bank HSBC Indonesia sebesar Rp 600 miliar, PT Bank Permata sebesar Rp 50 miliar, dan PT Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 1,86 miliar.
Perseroan juga masih memiliki utang obligasi korporasi yang sebelumnya diterbitkan oleh perseroan pada 13 November 2017 (Obligasi I) dan 6 Desember 2019 (Obligasi II).
Untuk obligasi terbagi menjadi dua seri, yakni seri A senilai Rp 1 miliar dengan kupon 7,75% per tahun dan jatuh tempo obligasi pada 21 November 2022. Sedangkan Seri B dengan nilai yang sama, kupon yang ditawarkan 8,25% per tahun dan jatuh tempo pada 21 November 2024.
Adapun obligasi I ini mendapat peringkat AAA dari lembaga pemeringkat efek Indonesia, Pefindo.
Selain obligasi I, PT KAI juga menerbitkan obligasi korporasi II dengan dua seri yang sama dengan seri di obligasi I, yakni seri A dan B dengan nilai masing-masing senilai Rp 900 juta dan Rp 1,1 miliar.
Untuk seri A di obligasi II, kupon yang ditawarkan sebesar 7,75% per tahun dengan jatuh tempo pada 16 Desember 2024. Sedangkan seri B di obligasi II, kupon yang ditawarkan sebesar 8,2% per tahun dengan jatuh tempo pada 16 Desember 2026. Adapun obligasi I ini mendapat peringkat AAA dari Pefindo.