
Kedodoran di Awal Tahun, Ini 3 "Musuh" Emas di 2021

Patut diingat, faktor-faktor yang membuat dolar AS jeblok hingga nyaris ke level terendah 3 tahun masih ada di tahun ini.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) masih mempertahankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan, dan suku bunga 0,25% tidak akan dinaikkan hingga tahun 2023.
Kemudian, Presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dengan Partai Demokrat juga akan menambah stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun, yang akan segera dicairkan setelah menjabat menjadi orang nomer 1 di Negeri Adikuasa.
Janet Yellen, mantan ketua bank sentral AS (The Fed) yang kini dinominasikan menjadi menteri keuangan AS pada hari ini akan berbicara ke hadapan Komite Keuangan Senat AS dan menegaskan pemerintah harus "melakukan langkah besar" pada paket stimulus fiskal selanjutnya.
"Presiden terpilih, maupun saya, mengusulkan paket stimulus tanpa meningkatkan beban utang negara. Tapi saat ini, dengan suku bunga terendah dalam sejarah, hal yang tepat yang kita harus kita lakukan adalah mengambil langkah besar," kata Yellen dalam pernyataan pembukaan yang akan disampaikan di hadapan komite finansial.
"Saya percaya, manfaat yang didapat (dari stimulus fiskal) akan lebih besar ketimbang biaya yang harus dikeluarkan, terutama membantu masyarakat yang sudah berjuang dalam waktu lama," isi pernyataan tersebut yang diperoleh Reuters Senin (18/1/2021).
Pada tahun lalu, stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun digelontorkan pada bulan Maret menjadi salah satu pemicu kemerosotan dolar AS.
Kombinasi stimulus fiskal dan moneter membuat perekonomian AS banjir likuiditas, yang membuat nilai mata uangnya tertekan. Kedua stimulus tersebut merupakan bahan bakar utama emas untuk menanjak.
Selain itu, hasil survei terbaru Reuters pada 4 -7 Januari terhadap 70 ahli strategi mata uang, menunjukkan sebanyak 46% memprediksi dolar AS masih akan melemah dalam 1 sampai 2 tahun ke depan. Persentase tersebut naik ketimbang survei bulan Desember lalu sebesar 39%.
Sementara yang memprediksi the greenback akan melemah lebih dari 2 tahun sebesar 10%, sama dengan hasil survei bulan lalu.
Sedangkan yang memprediksi pelemahan dolar AS hanya akan berlangsung selama 3 bulan turun menjadi 14% dari sebelumnya 15%.
Artinya, "musuh" utama emas masih diprediksi melemah di tahun ini. Sehingga harga emas berpeluang akan melanjutkan penguatan.
Kitco melakukan survei di akhir tahun lalu, terhadap pelaku pasar maupun para analis. Hasilnya survei yang melibatkan 2.000 pelaku pasar, sebanyak 84% memprediksi harga emas akan kembali ke atas US$ 2.000/troy ons di akhir tahun ini. Yang paling banyak memprediksi emas berada di kisaran US$ 2.300/troy ons.
Hasil survei terhadap pelaku pasar tersebut sejalan dengan proyeksi analis yang disurvei Kitco. Analis dari Goldman Sachs, Commerzbank, dan CIBC memprediksi harga emas akan mencapai US$ 2.300/troy ons di tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
