
Awas Jalan Terjal! Harga Emas Bisa Longsor ke Bawah US$ 1.800

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melanjutkan penurunan pada perdagangan Senin (11/1/2021) setelah "longsor" pada pekan lalu. Kemerosotan harga emas cukup mengejutkan, mengingat di awal pekan lalu menunjukkan tanda-tanda akan reli, tetapi yang terjadi justru berbalik nyungsep.
Melansir data Refinitiv pada pukul 16:40 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.847,85/troy ons, nyaris stagnan dibandingkan posisi terakhir pekan lalu. Namun, pagi tadim emas sempat ambrol lebih dari 1% ke US$ 1.816,53/troy ons.
Di awal pekan lalu, atau di pembukaan perdagangan 2021, harga emas dunia langsung meroket 2,4%, sehari setelahnya kembali naik 0,36% ke kisaran US$ 1.950/troy ons, yang memunculkan harapan berlanjutnya tren menanjak emas dunia. Apalagi tahun ini digadang-gadang sebagai awal dari supercyle komoditas atau periode penguatan tajam dalam jangka yang panjang.
Profesor ekonomi terapan di John Hopkins University, Steve Hanke, dalam wawancara dengan Kitco, Selasa (22/12/2020), mengatakan komoditas termasuk emas akan memasuki fase supercycle tersebut pada tahun 2021 mendatang.
"Supply sangat terbatas, stok rendah, dan ekonomi mulai bangkit dan maju ke depan, harga komoditas akan naik dan memulai supercycle. Saya pikir saat ini kita sudah melihat tanda awalnya," kata Hanke, sebagaimana dilansir Kitco.
Namun, pada perdagangan Rabu (6/1/2021), harga emas dunia malah ambrol 1,63% disusul 0,33% sehari setelahnya. Bahkan pada perdagangan Jumat lalu ambrol hingga 3,36%. Sehingga sepanjang pekan lalu harga emas dunia merosot 3,59%.
Pada perdagangan hari ini pun nasib rupiah belum membaik. Penyebab kemerosotan emas adalah bangkitnya indeks dolar AS, hingga hari ini sudah menguat 4 hari beruntun, semakin menjauhi level terendah sejak Maret 2018 yang disentuh pekan lalu.
Hingga sore ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini menguat 0,38% ke 90,439. Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS.
Analis pasar senior di OANDA, Edward Moya, mengatakan kenaikan yield Treasury dan penguatan dolar AS menjadi aktor utama di balik aksi jual yang menimpa emas.
"Saat ini, kenaikan yield Treasury membuat dolar menguat, dan bertanggung jawab terhadap aksi jual yang menimpa emas," kata Moya sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (8/1/2021).
Moya bahkan memprediksi emas bisa berlanjut longsor hingga US$ 100 dolar dalam waktu beberapa hari saja, dan menyarankan investor untuk memperhatikan pergerakan dolar AS. Moya menyebut level US$ 1.770/troy ons akan menjadi support yang kuat bagi emas di pekan ini.
Saran moya terbukti hari ini indeks dolar AS kembali menguat 0,35% dan harga emas sempat ambrol lebih dari 1% ke US$ 1.816,53/troy ons pagi tadi.
Selain itu menurut Moya, bitcoin kini sudah berkompetisi dengan emas, sehingga nilainya semakin tertekan.
"Ada perubahan besar untuk sebagian investor. Status safe haven emas mulai digerogoti oleh mata uang kripto, khususnya bitcoin. Ketika anda melihat posisi emas, anda melihat diversifikasi dari emas menuju mata uang kripto," kata Moya.
