Meroket di Akhir 2020! Emas Sedikit Lagi Jebol US$ 1.900

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 December 2020 08:37
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia meroket Selasa kemarin, dan berlanjut pada perdagangan terakhir tahun ini, Rabu (31/12/2020). Logam mulia ini sudah dekat dengan level US$ 1.900/troy ons, dan berpeluang besar akan dijebol sebelum pergantian tahun.

Pada pukul 8:06 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.899,41/troy ons, menguat 0,21% di pasar spot, setelah meroket 0,82% Rabu kemarin.

Jebloknya dolar AS menjadi pemicu kenaikan harga emas. Rabu kemarin, indeks dolar AS merosot 0,35% ke Rp 89,680, yang merupakan level terendah sejak 19 April 2018.

Banjir likuiditas di perekonomian AS menjadi penyebab utama tertekannya dolar AS. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan moneter pertengahan bulan ini berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.

Kebijakan tersebut membuat perekonomian AS dibanjiri duit, maka wajar jika nilai dolar AS terus melemah. Secara teori, semakin banyak uang beredar maka nilai tukarnya akan semakin melemah.

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

Selain stimulus moneter, ada juga stimulus fiskal yang digelontorkan pemerintah AS. Di awal pekan ini, Presiden AS, Donald Trump, sudah menandatangani rancangan undang-udang (RUU) stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar.

Presiden Trump sebentar lagi akan lengser dari jabatannya, dan digantikan oleh Joseph 'Joe' Biden, pada 20 Januari mendatang. Biden sebelumnya sudah mengatakan akan menggelontorkan stimulus tambahan guna membantu perekonomian AS. Sehingga ke depannya, tekanan bagi dolar AS akan semakin bertambah.

Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat perekonomian AS banjir likuiditas, dan emas diuntungkan dari 2 sisi.

Yang pertama, seperti disebutkan sebelumnya moneter dan fiskal membuat dolar AS melemah. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat mata uang Paman Sam tersebut melemah, maka harganya akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil permintaan berpotensi meningkat, harganya melesat.

Yang kedua, emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi. Stimulus moneter dan fiskal tersebut berpotensi memicu inflasi yang tinggi, sehingga permintaan emas sebagai aset lindung inflasi meningkat.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> 2021 Emas Diramal ke US$ 3000/Troy ons

Kepala riset komoditas di BNP Paribas, Harry Tchilinguirian, memprediksi harga emas memiliki momentum penguatan untuk kembali ke atas US$ 2.000/troy ons di semester I-2020. Tetapi setelahnya emas akan kehabisan tenaga di paruh kedua 2020.

Tchilinguirian melihat, yield riil yang negatif akibat suku bunga rendah The Fed, menjadi faktor kunci emas akan kembali menguat.

"Yield riil yang negatif akan sangat penting dalam 2 kuartal ke depan. Tetapi setelahnya situasi sedikit berubah karena investor akan melihat perbaikan ekonomi," kata Tchilinguirian sebagaimana dilansir Kitco, Senin (28/12/2020).

Tchilinguirian melihat harga emas akan melewati level US$ 2.000/troy ons di kuartal II-2020, dengan rata-rata di kisaran US$ 2.010/troy ons. Sementara itu, sepanjang tahun 2021, BNP Paribas memberikan outlook netral, dengan rata-rata harga di US$ 1.945/troy ons.

Pandangan bullish diberikan oleh Peter Hug, direktur global trading Kitco Metal. Ia melihat potensi kenaikan inflasi yang akan memicu penguatan harga emas.

"Jika anda optimistis dan membayangkan banyak orang sudah divaksinasi dan sembuh, maka perekonomian akan lepas landas di semester II-2020. Maka skenario kenaikan inflasi akan menjadi nyata, yang tentunya positif untuk emas," kata Hug, sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (18/12/2020).

Saat inflasi mulai naik, maka emas diprediksi akan melesat ke US$ 2.500 sampai US$ 3.000/troy ons di semester II-2020.

"Rekor tertinggi sepanjang masa emas yang dicapai tahun ini akan dilewati. Jika inflasi melesat lagi, emas akan menguat ke US$ 2.500 sampai US$3.000/troy ons sangat mungkin terjadi, sampai bank sentral mulai mengetatkan kebijakan moneter. Tetapi, pengetatan tersebut baru akan dilakukan setahun setelahnya, atau mungkin lebih lama," tambah Hug.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular