SPECIAL REVIEW

Ini Rahasia Investasi BP Jamsostek Tetap Aman Kala Pandemi!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
30 December 2020 18:21
Layanan BPJS Ketenagakerjaan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Layanan BPJS Ketenagakerjaan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Meski total peserta BP Jamsostek turun sekitar 2,7 juta orang (setara -4,9%) per November 2020 akibat pandemi, angka iuran kepesertaan justru masih naik 1,21%, yakni dari Rp 65,52 triliun (per November 2019) menjadi Rp 66,31 triliun (per November kemarin).

Kenaikan tersebut ditopang pekerja formal yang tumbuh 1,33% yang menyumbang 99,28% iuran yang diterima BP Jamsostek, yakni Rp 65,83 triliun. Ini menunjukkan bahwa pemberi kerja masih bisa membayar iuran.

Bahkan, sebagian dari mereka mengiur dengan persentase lebih tinggi (karena mendapat kenaikan gaji), sehingga dana iuran yang diterima BP Jamsostek naik meski jumlah pengiur turun 2,7 juta per November kemarin secara tahunan.

Dari iuran tersebut, sebagian besar dibelanjakan untuk santunan bagi pekerja yang menjadi peserta. Per November 2020, pembayaran klaim BP Jamsostek kepada para stakeholdernya mencapai Rp 30,74 triliun dengan sebanyak 2,4 juta pengajuan klaim.

qSumber: BP Jamsostek

Terlihat bahwa mayoritas pembayaran klaim terjadi pada peserta JHT sebagai program favorit. Ia berfungsi layaknya klaim tunjangan pengangguran di Amerika Serikat (AS) yang memberi dana tunai (lump sum) bagi peserta karena alasan PHK (dan mundur/resign untuk kasus di Indonesia).

Pandemi mendorong lebih banyak pekerja berhenti, sehingga jumlah pengajuan klaim JHT meningkat untuk memenuhi kebutuhan pribadi saat itu juga. Tingginya klaim juga dipicu oleh kemudahan dan kecepatan pengajuan klaim JHT. Saat ini, 60% klaim di BP Jamsostek dilakukan secara online dengan sistem verifikasi daring.

Guna memastikan bahwa pembayaran klaim lancar, BP Jamsostek sebagaimana perusahaan asuransi lainnya juga menginvestasikan dana iuran peserta yang dikelolanya. Menurut data institusi per November, aset investasi yang dikelola BP Jamsostek mencapai Rp 472,9 triliun atau tumbuh 13% secara tahunan, dari November 2019 senilai Rp 418,73 triliun.

Mayoritas, atau 65% dana tersebut (setara Rp 307,38 triliun), diinvestasikan ke surat utang sebagai aset investasi di pasar modal terkonservatif (aman, dengan keuntungan tinggi). Sebanyak Rp 70,9 triliun atau 15% diputar di bursa saham sebagai aset dengan capital gain tertinggi.

Lalu, Rp 52 triliun atau 11% disimpan dalam bentuk deposito sebagai instrumen yang paling tepat untuk menjaga kebutuhan likuiditas jika ada peningkatan klaim. Sebanyak 8% dibelanjakan produk reksa dana dan sisanya sebesar 1% ditanam dalam bentuk properti dan penyertaan modal.

Di tengah pandemi, koreksi yang terjadi di pasar modal justru tidak terjadi pada pengelolaan investasi BP Jamsostek. Buktinya, hasil investasi justru naik 8,07% dari Rp 26,76 triliun pada November tahun lalu menjadi Rp 28,92 triliun November kemarin. Kok bisa?

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular