
2021: Ekonomi China Moncer, Komoditas Meroket, RI Untung!

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa komoditas pertambangan dan pertanian akan mendapatkan sentimen positif tahun depan. China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia diperkirakan bakal memimpin pemulihan dan tentunya akan mendongkrak permintaan terhadap berbagai komoditas.
Sebagaimana dikatakan oleh Profesor Ekonomi dari John Hopkins University Steve Hanke, tahun 2021 akan menjadi periode 'supercycle' bagi berbagai komoditas. Harga komoditas global akan merangkak naik setelah terkoreksi di tahun ini akibat resesi ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Ketika pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2020 mayoritas negara-negara di dunia mencatatkan kontraksi pada output perekonomiannya, China justru berhasil menunjukkan kinerja yang mentereng.
Dalam dua kuartal terakhir secara beruntun China berhasil tumbuh 3,2% (yoy) dan 4,9% (yoy). Padahal di saat yang sama nilai median pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara-negara G20 berada di minus 11,1% (yoy) kuartal II dan negatif 4,15% (yoy) kuartal III.
Geliat ekonomi China sebagai salah satu negara importir terbesar di dunia mencerminkan bahwa kebutuhan komoditas pun ikut terkerek naik. Untuk tahun ini saja ketatnya pasokan batu bara domestik membuat Negeri Tirai Bambu membuka kembali keran impornya.
Alhasil harga kontrak berjangka batu bara termal Newcastle pun tembus level tertinggi 1,5 tahun.
Kenaikan harga dan kebutuhan China akan komoditas energi primer tersebut membawa berkah bagi negara-negara produsen batu bara seperti Rusia hingga Indonesia, kecuali Australia mengingat hubungan bilateral keduanya sedang dilanda gesekan saat pandemi merebak.
Selain batu bara, harga CPO juga ikut terdongkrak. Kontrak futures CPO yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange pun mencetak rekor harga tertinggi dalam 8,5 tahun terakhir.
Di tahun 2020, bijih besi dan baja menjadi komoditas yang paling moncer kinerjanya karena dipicu oleh booming permintaan di sektor konstruksi dan manufaktur China. Untuk tahun depan komoditas base metal seperti tembaga, aluminium, seng, nikel, timbal dan timah.
Tembaga diproyeksikan bakal menjadi komoditas paling ciamik pada 2021 mengingat penggunaannya di sektor yang sangat beragam mulai dari konstruksi, perkakas hingga untuk jaringan listrik.
Kendati harga minyak nabati sudah tergolong tinggi di tahun ini, tetapi pulihnya sektor peternakan babi di China pasca diserang wabah African Swine Fever dua tahun belakang akan menjadi katalis positif terutama untuk komoditas berbasis kedelai.
Tren kenaikan harga daging babi di China akan turut mendorong harga kedelai naik lebih tinggi di tahun 2021. Kenaikan harga kedelai dan produk turunannya seperti minyak kedelai juga akan berdampak positif bagi minyak nabati lain, salah satunya CPO.
Hanya saja kenaikan CPO mungkin tidak akan terlalu banyak dan tertahan di kuartal pertama saja, mengingat output di Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia mulai pulih.