Outlook 2021

2021: Ekonomi China Moncer, Komoditas Meroket, RI Untung!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
30 December 2020 14:43
China
Foto: CNBC

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa komoditas pertambangan dan pertanian akan mendapatkan sentimen positif tahun depan. China sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia diperkirakan bakal memimpin pemulihan dan tentunya akan mendongkrak permintaan terhadap berbagai komoditas. 

Sebagaimana dikatakan oleh Profesor Ekonomi dari John Hopkins University Steve Hanke, tahun 2021 akan menjadi periode 'supercycle' bagi berbagai komoditas. Harga komoditas global akan merangkak naik setelah terkoreksi di tahun ini akibat resesi ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19.

Ketika pada kuartal kedua dan ketiga tahun 2020 mayoritas negara-negara di dunia mencatatkan kontraksi pada output perekonomiannya, China justru berhasil menunjukkan kinerja yang mentereng. 

Dalam dua kuartal terakhir secara beruntun China berhasil tumbuh 3,2% (yoy) dan 4,9% (yoy). Padahal di saat yang sama nilai median pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) negara-negara G20 berada di minus 11,1% (yoy) kuartal II dan negatif 4,15% (yoy) kuartal III.

Geliat ekonomi China sebagai salah satu negara importir terbesar di dunia mencerminkan bahwa kebutuhan komoditas pun ikut terkerek naik. Untuk tahun ini saja ketatnya pasokan batu bara domestik membuat Negeri Tirai Bambu membuka kembali keran impornya.

Alhasil harga kontrak berjangka batu bara termal Newcastle pun tembus level tertinggi 1,5 tahun.

Kenaikan harga dan kebutuhan China akan komoditas energi primer tersebut membawa berkah bagi negara-negara produsen batu bara seperti Rusia hingga Indonesia, kecuali Australia mengingat hubungan bilateral keduanya sedang dilanda gesekan saat pandemi merebak.

Selain batu bara, harga CPO juga ikut terdongkrak. Kontrak futures CPO yang aktif ditransaksikan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange pun mencetak rekor harga tertinggi dalam 8,5 tahun terakhir.

Di tahun 2020, bijih besi dan baja menjadi komoditas yang paling moncer kinerjanya karena dipicu oleh booming permintaan di sektor konstruksi dan manufaktur China. Untuk tahun depan komoditas base metal seperti tembaga, aluminium, seng, nikel, timbal dan timah. 

Tembaga diproyeksikan bakal menjadi komoditas paling ciamik pada 2021 mengingat penggunaannya di sektor yang sangat beragam mulai dari konstruksi, perkakas hingga untuk jaringan listrik.

Kendati harga minyak nabati sudah tergolong tinggi di tahun ini, tetapi pulihnya sektor peternakan babi di China pasca diserang wabah African Swine Fever dua tahun belakang akan menjadi katalis positif terutama untuk komoditas berbasis kedelai. 

Tren kenaikan harga daging babi di China akan turut mendorong harga kedelai naik lebih tinggi di tahun 2021. Kenaikan harga kedelai dan produk turunannya seperti minyak kedelai juga akan berdampak positif bagi minyak nabati lain, salah satunya CPO. 

Hanya saja kenaikan CPO mungkin tidak akan terlalu banyak dan tertahan di kuartal pertama saja, mengingat output di Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia mulai pulih. 

Bijih besi juga menjadi komoditas yang harganya masih berpotensi naik meski terbatas di tahun 2021. Pemicunya adalah suplai dari Brazil yang ketat di tengah booming sektor konstruksi China. 

Sebagai negara konsumen sekaligus importir minyak terbesar di dunia, kebangkitan ekonomi China juga memberikan dampak positif terhadap harga minyak. Namun pembatasan mobilitas publik yang masih terjadi di mana-mana menjadi faktor yang menahan harga minyak.

Kemudian komoditas selanjutnya yang diuntungkan adalah emas. Meski adanya prospek vaksinasi menghambat kenaikan harga logam kuning tersebut tetapi emas masih ditopang oleh fundamental yang kuat yaitu pelemahan dolar AS, imbal hasil riil obligasi negara-negara maju yang negatif hingga ekspektasi kenaikan inflasi.

Sebagai negara eksportir komoditas, kenaikan harga komoditas tambang akibat China juga turut menjadi katalis positif untuk harga acuan berbagai komoditas tambang yang ada di Indonesia. 

Kendati harga batu bara acuan (HBA) belum pulih dari pandemi, ada beberapa komoditas tambang RI yang harganya melesat tinggi sepanjang tahun ini. Komoditas tersebut antara lain nikel, seng, aluminium, tembaga sebagai base metal. Harga logam mulia emas dan bijih besi Tanah Air pun ikut terangkat. 

Kebangkitan ekonomi China juga menguntungkan bagi ekspor Indonesia. Pasalnya sebagian besar ekspor Indonesia berbasis komoditas dan diekspor ke China. Pada periode Januari-November 2020 ekspor non-migas Indonesia ke China naik 12,8% (yoy) menjadi US$ 26,6 miliar atau setara dengan 19% dari total ekspor.

Sentimen positif terhadap komoditas tahun 2021 tentu juga menjadi katalis positif untuk emiten saham di bursa saham domestik terutama yang memiliki usaha di sektor unggulan pertambangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular