Kaleidoskop Bursa

Deretan Bad News Pasar Modal di 2020, Gak Usah Kangenin!

Monica Wareza, CNBC Indonesia
30 December 2020 12:58
[DALAM] Jiwasraya

Jakarta, CNBC Indonesia - Mari kita sejenak kontemplasi apa saja yang terjadi di pasar saham dalam negeri, terutama sentimen negatif. Ya, sentimen negatif ini yang acapkali mempengaruhi psikologis pelaku pasar saham sehingga membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), indeks acuan utama, melorot.

Memasuki 2020, sejak awal tahun telah dirundung dengan kondisi tak mengenakkan. Baru membuka lembar baru saja 2020 sudah ditemui dengan adanya banjir di Ibu Kota DKI Jakarta dan sekitarnya setelah diguyur hujan sejak malam pergantian tahun.

Bukan tak berdampak pasar keuangan, banjir yang sampai menelan banyak korban jiwa ini bahkan membuat perdagangan saham di awal tahun sepi transaksi.

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, hari pertama perdagangan nilai transaksi sepi dengan hanya sebesar Rp 4,1 triliun saja. Nilai ini jauh jika dibandingkan dengan rata-rata perdagangan 2019 yang mencapai Rp 9,1 triliun.

Tak hanya itu saja kabar kurang enak di pasar keuangan dalam negeri, CNBC Indonesia telah mengkompilasi sejumlah kabar buruk yang terjadi sepanjang 2020.

1. Pasar Saham Banyak Saham Gorengan, Presiden Sampai Resah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan perdagangan awal tahun ini menyampaikan keresahannya terhadap maraknya aktivitas goreng-menggoreng saham makan banyak korban.

"Praktik goreng-gorengan saham yang menimbulkan korban dan kerugian tidak boleh ada lagi. Berikan perlindungan kepada investor. Manipulasi pasar dan transaksi keuangan yang menjurus pada fraud, pada kriminal harus ditindak dengan tegas. Udah!," tegas Jokowi saat membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (2/1/2020).

Dia pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengupayakan penghentian praktik tersebut.

2. Ketakutan Pasar Terhadap Potensi Perang Dunia Ketiga

Pasar keuangan dunia di awal tahun sempat digoncang ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran. Dimulai ketika adanya serangan di Kedutaan Amerika Serikat di Irak dan Iran dituduh sebagai dalang dari serangan tersebut.

Tensi semakin meningkat setelah adanya kabar bahwa Amerika menembak mati petinggi pasukan militer Iran di Baghdad.

Penembakan menggunakan drone ini sampai menewaskan Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran).

Balas dendam, Iran pun menembakkan roket ke pangkalan udara gabungan AS-Irak di Ayn al-Asad di Irak Barat.

3. Harga Minyak Ancur-Ancuran Karena Covid

Setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global, harga minyak dunia langsung anjlok tak ada ampun.

Harga kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sempat ambles ke zona negatif. Kontrak minyak mentah Negeri Paman Sam itu anjlok ke minus US$ 37,6/barel.

Sepanjang sejarah, ini kali pertama harga minyak bisa masuk dalam teritori negatif. Kondisi politik ini juga membawa kenaikan harga emas ke US$ 1.588,1/troy ons setelah satu minggu memasuki 2020.

4. Penerapan PSAK 71, Berdampak Pada Kinerja Perbankan

Tahun ini mulai diterapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang memberi panduan tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Standar yang mengacu kepada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 ini menggantikan PSAK sebelumnya yakni PSAK 55.

Dalam PSAK baru ini, poin utamanya ialah pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Dengan demikian, aturan akuntansi ini mengubah metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih.

Dengan aturan baru ini, emiten harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) bagi semua kategori pinjaman, baik yang kredit lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing). Kondisi ini tentu dinilai akan memberikan pencadangan yang lebih besar dari sebelumnya.

5. Skandal Jiwasraya: Kejahatan Kerah Putih

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memutuskan untuk melakukan audit investigas atas PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Upaya ini juga dilakukan dengan menggandeng Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kerugian yang terjadi di Jiwasraya ini disebabkan karena adanya goreng saham terstruktur atas kesepakatan para tersangka.

Proses hukum dari kasus Jiwasraya ini berjalan hampir sepanjang tahun ini. Lika-liku dilalui hingga Kejagung banyak melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah perusahaan manajer investasi, sekuritas, Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kejagung juga memerintahkan penangguhan banyak rekening dana nasabah (RDN) yang memperdagangkan saham-saham yang berkaitan dengan kasus Jiwasraya ini.

Setelah melakukan pemeriksaan terhadap banyak saksi dan tersangka dari kasus mega korupsi ini, akhirnya Majelis Hakim sidang Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis hukuman bui seumur hidup dan denda kepada enam tersangka korupsi ini.

Enam orang tersebut adalah Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018; Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018; Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya; Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra; Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Direktur Utama Hanson International Tbk (MYRX); dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat.

Kerugian yang disebabkan oleh korupsi di Jiwasraya ini nilainya mencapai Rp 16,8 triliun.

NEXT: Dari Asabri hingga Jouska

6. Akibat Covid-19, IHSG Pernah Turun ke 3.900-an

Virus Covid-19 yang juga menyebar di Indonesia menimbulkan ketakutan bagi para investor, sehingga mereka memilih untuk meninggalkan aset berisiko.

Ini berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pernah berada di posisi terburuknya di 3.911,71 pada 24 Maret 2020. Posisi ini merupakan level terendah indeks sejak Agustus 2013.

Kondisi pasar yang terus mengalami penurunan di awal pandemi, membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) setelah indeks terkoreksi 5%.

Sepanjang tahun ini telah terjadi tujuh kali trading halt di tahun ini, dimana enam kali terjadi pada Maret 2020 dan terakhir terjadi pada 10 September 2020 lalu.

7. OJK Patok Modal Bank Minimal Rp 3 T

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan batas modal minimum bank menjadi Rp 3 triliun mulai 2020. Aturan ini akan diterapkan secara bertahap mulai tahun ini hingga tiga tahun ke depan. Pada akhir 2020 modal inti harus Rp 1 triliun; pada 2021 menjadi Rp 2 triliun dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.

Berdasarkan data OJK, hingga Desember 2018 ada 115 bank umum. Komposisinya, ada lima bank BUKU IV di Indonesia dan menguasai 51,03% aset perbankan. Bank BUKU III ada 28 bank dengan penguasaan aset 35,23%. Bank BUKU II sebanyak 59 bank dengan pangsa aset 12,65%. Bank BUKU I sebanyak 22 bank dan penguasaan aset hanya 1,08%.

Artinya, minimal ada 22 bank yang terancam turun kelas jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bila tak menambah modal. Bank BUKU I merupakan bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun.

8. Pemerintah Naikkan Cukai Rokok 12,5%

Pemerintah resmi menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar rata-rata 12,5%. Tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Februari 2021.

Pertimbangan kenaikan ini mulai dari aspek kesehatan hingga dampak ke penerimaan negara.

Namun kenaikan ini ditentang mulai dari petani hingga produsen rokok. Teranyar, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menyebutkan industri rokok masih tertekan akibat pandemi Covid-19 serta dampak oleh kenaikan tarif cukai yang tertinggi selama 10 tahun terakhir.

9. Penerapan PSBB DKI

Pemerintah DKI Jakarta telah menerapkan PSBB ketat selama dua kali sepanjang tahun ini yang ditujukan untuk mengontrol pergerakan kasus positif Covid-19, terutama untuk wilayah ibukota.

Pertama kali diterapkan pada 10-23 April 2020 dan mengalami dua kali perpanjangan hingga berakhir pada 4 Juni 2020.

Namun bukannya dibuka, namus diberlakukan PSBB transisi selama beberapa minggu dengan lima kali perpanjangan hingga 10 September 2020.

Rem darurat kembali ditarik pada 14 September dan berakhir pada 11 Oktober 2020. Hingga kini DKI Jakarta masih menerapkan PSBB transisi dan membatasi kegiatan masyarakat yang tentunya juga berdampak pada kegiatan ekonomi.

DKI Jakarta telah dua kali melakukan pengetatan pembatasan sosial skala besar (PSBB).

10. Kementerian BUMN Berusaha Kuak Korupsi Rp 17T di Asabri

Jelang akhir tahun, Kementerian Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) akhirnya menyerahkan penyelesaian kasus PT Asabri (Persero) pada Kejaksaan Agung. Hal yang terjadi di perusahaan ini diduga sama dengan apa yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Bahkan, Jaksa Agung ST. Burhanuddin menyebutkan dua pihak yang terlibat dalam kasus ini sama dengan kasus di perusahaan asuransi tersebut.

Kerugian yang disebabkan oleh kasus ini bahkan lebih besar nilainya, yakni mencapai Rp 17 triliun.

11. Rekening Wanaartha Diblokir, Tak Bisa Bayar Nasabah

Kejaksaan Agung (Kejagung) memblokir akun PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) lantaran tersangkut penyidikan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal ini menyebabkan nasabah tidak bisa melakukan pencairan klaim yang telah jatuh tempo.

Sebaliknya, Wanaartha Life malah menawarkan perpanjangan polis terhadap 26 ribu nasabah dengan nilai klaim diperkirakan bisa mencapai Rp 3 triliun.

12. Gagal Bayar Perusahaan Keuangan

Tahun ini pasar juga terganggu dengan adanya banyak kasus gagal bayar yang terjadi di pasar keuangan dalam negeri.

Kasus gagal bayar paling besar memang paling besar terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), namun masih banyak lagi kasus gagal bayar lainnya yang juga merugikan nasabah.

Mulai dari PT Asuransi Jiwa Kresna/Kresna Life dengan estimasi nilai gagal bayar Rp 6,4 triliun dan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 dengan perkiraan nilai Rp 5,3 triliun.

Lalu ada kasus gagal bayarnya KSP Indosurya Cipta yang perkiraan kerugiannya mencapai Rp 14 triliun dan terakhir kasus PT Indosterling Optima Investa yang diperkirakan merugikan investor mencapai Rp 1,9 triliun.

13. Kasus Jouska

Satu hal lainnya yang mencoreng nama industri keuangan dalam negeri adalah kasus kerugian nasabah yang disebabkan oleh institusi perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia atau Jouska.

Perusahaan yang mengaku sebagai financial planner ini diam-diam juga melakukan transaksi saham dengan akun nasabah tanpa pemberitahuan menggunakan perusahaan terafiliasinya.

Aktivitas ini telah dinyatakan ilegal oleh Satgas Waspada Investasi (SWF) dan Jouska telah diminta menghentikan aktivitasnya hingga menghapus akun-akun media sosialnya.

Bahkan banyak nasabah yang memilih untuk mempolisikan pendiri perusahaan ini, Aakar Abyasa Fidzuno untuk meminta pertanggungjawaban dari kegiatannya ini.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular