
Deretan Bad News Pasar Modal di 2020, Gak Usah Kangenin!

6. Akibat Covid-19, IHSG Pernah Turun ke 3.900-an
Virus Covid-19 yang juga menyebar di Indonesia menimbulkan ketakutan bagi para investor, sehingga mereka memilih untuk meninggalkan aset berisiko.
Ini berdampak pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pernah berada di posisi terburuknya di 3.911,71 pada 24 Maret 2020. Posisi ini merupakan level terendah indeks sejak Agustus 2013.
Kondisi pasar yang terus mengalami penurunan di awal pandemi, membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) setelah indeks terkoreksi 5%.
Sepanjang tahun ini telah terjadi tujuh kali trading halt di tahun ini, dimana enam kali terjadi pada Maret 2020 dan terakhir terjadi pada 10 September 2020 lalu.
7. OJK Patok Modal Bank Minimal Rp 3 T
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan batas modal minimum bank menjadi Rp 3 triliun mulai 2020. Aturan ini akan diterapkan secara bertahap mulai tahun ini hingga tiga tahun ke depan. Pada akhir 2020 modal inti harus Rp 1 triliun; pada 2021 menjadi Rp 2 triliun dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.
Berdasarkan data OJK, hingga Desember 2018 ada 115 bank umum. Komposisinya, ada lima bank BUKU IV di Indonesia dan menguasai 51,03% aset perbankan. Bank BUKU III ada 28 bank dengan penguasaan aset 35,23%. Bank BUKU II sebanyak 59 bank dengan pangsa aset 12,65%. Bank BUKU I sebanyak 22 bank dan penguasaan aset hanya 1,08%.
Artinya, minimal ada 22 bank yang terancam turun kelas jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bila tak menambah modal. Bank BUKU I merupakan bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun.
8. Pemerintah Naikkan Cukai Rokok 12,5%
Pemerintah resmi menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok sebesar rata-rata 12,5%. Tarif baru ini mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
Pertimbangan kenaikan ini mulai dari aspek kesehatan hingga dampak ke penerimaan negara.
Namun kenaikan ini ditentang mulai dari petani hingga produsen rokok. Teranyar, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menyebutkan industri rokok masih tertekan akibat pandemi Covid-19 serta dampak oleh kenaikan tarif cukai yang tertinggi selama 10 tahun terakhir.
9. Penerapan PSBB DKI
Pemerintah DKI Jakarta telah menerapkan PSBB ketat selama dua kali sepanjang tahun ini yang ditujukan untuk mengontrol pergerakan kasus positif Covid-19, terutama untuk wilayah ibukota.
Pertama kali diterapkan pada 10-23 April 2020 dan mengalami dua kali perpanjangan hingga berakhir pada 4 Juni 2020.
Namun bukannya dibuka, namus diberlakukan PSBB transisi selama beberapa minggu dengan lima kali perpanjangan hingga 10 September 2020.
Rem darurat kembali ditarik pada 14 September dan berakhir pada 11 Oktober 2020. Hingga kini DKI Jakarta masih menerapkan PSBB transisi dan membatasi kegiatan masyarakat yang tentunya juga berdampak pada kegiatan ekonomi.
DKI Jakarta telah dua kali melakukan pengetatan pembatasan sosial skala besar (PSBB).
10. Kementerian BUMN Berusaha Kuak Korupsi Rp 17T di Asabri
Jelang akhir tahun, Kementerian Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) akhirnya menyerahkan penyelesaian kasus PT Asabri (Persero) pada Kejaksaan Agung. Hal yang terjadi di perusahaan ini diduga sama dengan apa yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Bahkan, Jaksa Agung ST. Burhanuddin menyebutkan dua pihak yang terlibat dalam kasus ini sama dengan kasus di perusahaan asuransi tersebut.
Kerugian yang disebabkan oleh kasus ini bahkan lebih besar nilainya, yakni mencapai Rp 17 triliun.
11. Rekening Wanaartha Diblokir, Tak Bisa Bayar Nasabah
Kejaksaan Agung (Kejagung) memblokir akun PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) lantaran tersangkut penyidikan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal ini menyebabkan nasabah tidak bisa melakukan pencairan klaim yang telah jatuh tempo.
Sebaliknya, Wanaartha Life malah menawarkan perpanjangan polis terhadap 26 ribu nasabah dengan nilai klaim diperkirakan bisa mencapai Rp 3 triliun.
12. Gagal Bayar Perusahaan Keuangan
Tahun ini pasar juga terganggu dengan adanya banyak kasus gagal bayar yang terjadi di pasar keuangan dalam negeri.
Kasus gagal bayar paling besar memang paling besar terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero), namun masih banyak lagi kasus gagal bayar lainnya yang juga merugikan nasabah.
Mulai dari PT Asuransi Jiwa Kresna/Kresna Life dengan estimasi nilai gagal bayar Rp 6,4 triliun dan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 dengan perkiraan nilai Rp 5,3 triliun.
Lalu ada kasus gagal bayarnya KSP Indosurya Cipta yang perkiraan kerugiannya mencapai Rp 14 triliun dan terakhir kasus PT Indosterling Optima Investa yang diperkirakan merugikan investor mencapai Rp 1,9 triliun.
13. Kasus Jouska
Satu hal lainnya yang mencoreng nama industri keuangan dalam negeri adalah kasus kerugian nasabah yang disebabkan oleh institusi perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia atau Jouska.
Perusahaan yang mengaku sebagai financial planner ini diam-diam juga melakukan transaksi saham dengan akun nasabah tanpa pemberitahuan menggunakan perusahaan terafiliasinya.
Aktivitas ini telah dinyatakan ilegal oleh Satgas Waspada Investasi (SWF) dan Jouska telah diminta menghentikan aktivitasnya hingga menghapus akun-akun media sosialnya.
Bahkan banyak nasabah yang memilih untuk mempolisikan pendiri perusahaan ini, Aakar Abyasa Fidzuno untuk meminta pertanggungjawaban dari kegiatannya ini.
(tas/tas)[Gambas:Video CNBC]
