Kaleidoskop Emas

Bencana Jadi Cuan! 2020 Tahun Terbaik Emas dalam 1 Dekade

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 December 2020 06:13
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Emas menjadi salah satu aset yang bersinar di tahun 2020 yang sebentar lagi akan berakhir. Pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), yang merupakan bencana bagi umat manusia, bahkan belum pernah terjadi sebelumnya, justru memicu melesatnya harga emas dunia hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Tetapi, perjalanan emas sebenarnya tidak mulus di tahun ini. Di bulan Maret lalu, saat virus corona pertama kali ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), terjadi aksi jual masif di berbagai aset mulai dari saham hingga emas, hingga muncul istilah "cash is the king". Tapi bukan sembarang uang tunai atau cash, hanya dolar Amerika Serikat (AS).

Pada 9 Maret, harga emas menyentuh US$ 1.702.56/troy ons, yang merupakan level tertinggi lebih dari 8 tahun, tepatnya sejak 18 Desember 2012. Level tertinggi tersebut menjadi awal kejatuhan harga emas, aksi jual menggila dalam 5 hari perdagangan berselang. Pada 16 Maret, emas menyentuh level US$ 1.450,98/troy ons, atau ambrol nyaris 15% dari level tertinggi 8 tahun tersebut.

Emas perlahan mulai bangkit kembali bahkan melesat setelah bank sentral di berbagai negara melonggarkan kebijakan moneter guna membantu perekonomian yang merosot ke jurang resesi.

Maklum saja, guna meredam penyebaran virus corona, pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) hingga pembatasan sosial (social distancing). Aktivitas masyarakat dibatasi, roda bisnis melambat signifikan bahkan nyaris mati suri, alhasil perekonomian masuk ke jurang resesi.

Amerika Serikat sang Negeri Adi Kuasa, hingga Indonesia, merasakan yang namanya resesi. Selain bank sentral, pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal guna menanggulangi virus corona dan menyelamatkan perekonomian.

Stimulus moneter dan fiskal tersebut menjadi "bahan bakar" utama emas melesat di tahun ini, hingga akhirnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu.

Setelah mencapai rekor tersebut, harga emas perlahan-lahan terus menurun, hingga berada di kisaran US$ 1.877/troy ons pada hari ini, Selasa (29/12/2020) pukul 15:40 WIB. Jika dilihat dari posisi akhir 2019 hingga ke level tersebut, emas melesat nyaris 24%, menjadi kenaikan terbesar sejak tahun 2010, saat itu logam mulia ini meroket nyaris 30%.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> AS Jadi "Dalang" Melesatnya Harga Emas

Dari semua negara, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dan Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menjadi yang paling sensasional dalam menggelontorkan stimulus fiskal dan moneter.

Di bulan Maret, The Fed membabat habis suku bunganya dari 1,75% menjadi 0,25%, atau dipangkas 150 basis poin (bps). Tidak hanya itu, The Fed di bawah komando sang ketua Jerome Powell juga menggelontorkan stimulus moneter dengan program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai tak terbatas, artinya berapapun akan dikucurkan selama diperlukan oleh perekonomian.

Besarnya QE yang sudah digelontorkan tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai surat berharga yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, balance sheet The Fed akan membesar.

Di bulan Februari, sebelum virus corona menjadi pandemi, nilai Balance Sheet The Fed sekitar US$ 4,1 triliun, sementara posisi di 9 Desember sebesar US$ 7,2 triliun. Artinya selama pandemi ini, The Fed sudah membanjiri perekonomian AS dengan likuiditas lebih dari US$ 3 triliun.

Kebijakan tersebut terbilang sangat agresif, sebab saat krisis finansial melanda AS di tahun 2008 The Fed juga melakukan hal yang sama. Nilai Balance Sheet juga melonjak US$ 3 triliun, tetapi terjadi dalam tempo 3 tahun hingga 2011. Sebelum memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa di tahun ini, rekor emas sebelumnya tercatat pada September 2011 di level US$ 1.920/troy ons. Artinnya, kenaikan harga emas memang terkait erat dengan QE dari The Fed.

Sementara itu, pemerintah AS menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 2 triliun di bulan Maret yang disebut CARES Act. Stimulus tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, nilainya bahkan setara dengan 2 kali produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat perekonomian AS banjir likuiditas, dan emas diuntungkan dari 2 sisi.

Yang pertama, stimulus moneter dan fiskal membuat jumlah uang beredar di AS bertambah, dan nilai dolar AS pun melemah. Emas dunia dibanderol dengan dolar AS, saat mata uang Paman Sam tersebut melemah, maka harganya akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Alhasil permintaan berpotensi meningkat, harganya melesat.

Yang kedua, emas secara tradisional dianggap sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi. Stimulus moneter dan fiskal tersebut berpotensi memicu inflasi yang tinggi, sehingga permintaan emas sebagai aset lindung inflasi meningkat.

Alhasil, harga emas mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular