Outlook 2021

Sudah Ketinggian, Fitch Ramal Harga CPO Ambles di 2021

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 December 2020 13:40
A worker unloads palm oil fruit bunches from a lorry inside a palm oil mill in Bahau, Negeri Sembilan, Malaysia January 30, 2019.  Picture taken January 30, 2019.  REUTERS/Lai Seng Sin
Foto: Kelapa sawit (REUTERS/Lai Seng Sin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) minyak sawit mentah (CPO) Malaysia lanjut terkoreksi pada perdagangan hari ini Selasa (29/12/2020) setelah ditutup melemah kemarin. Kendati melemah harga CPO masih tetap di rentang posisi tertingginya sejak 8,5 tahun terakhir.

Harga CPO turun 16 ringgit atau melemah 0,45% dibanding posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Harga kontrak Maret 2021 yang aktif diperdagangkan di Bursa Malaysia Derivatif Exchange tersebut berada di RM 3.526/ton.

Fitch dalam laporan terbarunya mengatakan bahwa harga CPO yang sudah sangat tinggi berpotensi mengalami koreksi di tahun 2021. Apalagi prospek output di Indonesia diperkirakan membaik tahun depan. 

Harga yang sudah menyentuh level tertingginya sejak April 2012 akan berdampak pada minat beli importir terbesarnya yaitu India dan juga permintaan untuk penggunaan biodiesel di Indonesia. 

Indonesia menaikkan harga CPO acuan dan pungutan ekspor untuk Januari. Harga CPO acuan naik ke US$ 951,86 per ton di bulan Januari dari US$ 870,77 per ton di bulan Desember.

Sementara pajak ekspor yang dikumpulkan dari CPO akan dinaikkan menjadi US$ 74 dari US$ 33 per ton sebelumnya. Pungutan ekspor dari CPO juga akan dinaikkan menjadi US$ 225 di bulan Januari dari US$ 180 per ton sebelumnya.

Meskipun begitu Fitch juga melihat adanya risiko harga CPO akan naik dengan adanya pola La Nina yang membuat output dan stok minyak sawit menjadi lebih rendah. Menurut Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) prospek harga CPO sampai kuartal pertama tahun 2021 masih cerah.

Ketua MPOB Datuk Ahmad Jazlan Yaakub mengatakan musim hujan yang menyebabkan banjir di banyak wilayah perkebunan kelapa sawit juga dapat mempengaruhi produksi komoditas Negeri Jiran tersebut.

"Hal ini akan menyebabkan semakin ketatnya pasokan minyak sawit yang akan berdampak pada penguatan harga CPO memasuki tahun 2021," tambahnya. "Ini termasuk harga tandan buah segar (TBS), minyak sawit olahan, dan produk hilir lainnya."

Statistik terbaru MPOB menunjukkan bahwa stok minyak sawit pada November merosot menjadi 1,56 juta ton, terendah sejak Juni 2017. Produksi CPO untuk periode yang sama yang ditinjau juga turun menjadi 1,49 juta ton, terendah sejak Maret.

MPOB memandang bahwa stagnasi yield per hektar di perkebunan dan kekurangan tenaga kerja sebagai salah satu tantangan utama yang dihadapi sektor kelapa sawit.

Ahmad Jahlan mencatat bahwa hasil TBS perkebunan lokal berkisar antara 18 hingga 19 ton per hektar dengan tingkat ekstraksi minyak (OER) sekitar 20% dan hasil minyak sawit stagnan sekitar 3,5 ton per hektar.

Ketua MPOB menunjukkan bahwa produksi minyak nasional secara rata-rata seharusnya sekitar lima ton hingga enam ton per hektar per tahun. Namun saat ini hanya produktivitasnya turun menjadi kurang dari empat ton per hektar per tahun.

"Jika faktor fundamental dan sentimen pasar tetap positif, hal ini tercermin dari kenaikan harga CPO di pasar," ujar Ahmad Jazlan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hore! Harga CPO Sudah di Atas RM 3.300/ton, Siap ke RM 3.500?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular