Rekor Terus! Gegara China, Harga Batu Bara Tembus US$ 85/ton

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 December 2020 12:45
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures (berjangka) batu bara Newcastle kembali mencetak rekor tertinggi barunya. Kini harga si batu legam sudah tembus level psikologis US$ 85/ton.

Harga kontrak yang aktif diperdagangkan tersebut mengalami apresiasi sebesar 1,18% dibanding periode perdagangan pekan lalu ke US$ 85,5/ton dan berada di dekat level tertinggi sejak Mei 2019.

Batu bara mampu membukukan penguatan 10 pekan beruntun, dengan total apresiasi nyaris 47%. Berkat kinerja impresif tersebut, harga batu bara secara year-to-date kini mencetak penguatan lebih dari 22% setelah berada di zona merah sejak akhir Maret hingga 24 November lalu.

Sentimen dari China masih terus mendongkrak harga batu bara. Melansir Reuters, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China (NDRC), meminta perusahaan untuk meningkatkan impor gas alam cair (LNG) dan batu bara termal untuk memastikan pasokan energi mencukupi saat musim dingin.

Permintaan gas alam, bahan bakar pemanas utama untuk musim dingin di utara China diperkirakan akan melonjak karena cuaca dingin diperkirakan mulai Senin akan melanda sebagian besar wilayah tengah, utara dan timur negara itu dan menyebabkan suhu turun sebanyak 10 hingga 12 derajat Celcius.

China menghadapi tantangan serius terkait sektor listriknya di provinsi Hunan, Jiangxi dan Zhejiang sejak awal Desember, karena pemulihan ekonomi yang kuat hingga cuaca dingin serta tersendatntya pasokan energi terbarukan.

Konsumsi listrik dalam beberapa minggu terakhir telah meningkat sebesar 11% dibandingkan tahun sebelumnya, dan beban listrik di 20 provinsi telah meningkat dengan kecepatan dua digit.

China banyak menggunakan batu bara termal untuk pembangkit listriknya. Namun di saat kebutuhan meningkat, pasokan batu bara domestik justru mengalami penurunan. Akibatnya harga batu bara lokal China membumbung tinggi.

Harga batu bara termal China untuk tipe Qinhuangdao 5.500 Kcal/kg tembus RMB 728/ton. Padahal target informal yang dipatok pemerintah hanya di RMB 500 - RMB 570/ton. Ketatnya pasokan batu bara lokal membuat China melonggarkan kebijakan kuota impornya, tetapi tidak untuk Australia.

Konflik antara China dan Australia semakin memanas gegara pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu pemicu kenaikan harga batu bara. Seperti diketahui, Australia menyerukan untuk melakukan penyelidikan internasional terhadap virus corona yang berasal dari China, hingga akhirnya menjadi pandemi.

Hubungan kedua negara pun retak, padahal keduanya merupakan mitra strategis. China merupakan pasar ekspor terbesar Australia. Pada 2018-2019 saja, ekspor Australia ke China mencapai US$ 116,79 miliar atau setara dengan 32,6% dari total ekspor negara tersebut.

Melansir CNBC International, setidaknya ada delapan produk Australia yang ditarget China, yakni, jelai, wine, daging merah, kapas, kayu, batu bara, lobster, dan bijih besi. Masuknya batu bara Australia ke dalam komoditas yang diboikot China membuat Negeri Kanguru mulai berpikir untuk menurunkan target produksinya.

Produsen batu bara Australia mungkin harus mulai memangkas produksinya jika China membatasi impor dari mereka dan hal ini diperkir memakan menyebabkan pendapatan ekspor batu bara turun tajam tahun ini.

China adalah pembeli terbesar kedua batu bara termal Australia dibakar di pembangkit listrik dan batu bara metalurgi digunakan untuk membuat baja. Meskipun hubungan Australia dan China memanas tetapi kebutuhan batu bara Negeri Panda yang naik dan output yang turun turut mengangkat harga batu bara termal secara global.

Ke depan Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan permintaan batu bara akan naik di 2021. Kenaikan permintaan diperkirakan bakal mencapai 2,6% dibanding tahun ini pasca diserang pandemi Covid-19 yang memicu lockdown secara masif dan membuat konsumsi listrik turun dan roda industri tersendat.

Permintaan batu bara termal dan metalurgi diperkirakan meningkat menjadi 7.43 miliar ton pada tahun 2021 dari 7.24 miliar ton tahun ini. Jelas ini menjadi katalis positif bagi harga batu bara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Akhir Tahun Batu Bara Mentok di US$ 85/ton, 2021 Bisa Naik!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular