Akhir Tahun Batu Bara Mentok di US$ 85/ton, 2021 Bisa Naik!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 December 2020 09:35
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kontrak futures batu bara Newcastle masih berada di rentang level tertingginya dalam satu setengah tahun terakhir meski mengalami koreksi pada perdagangan akhir pekan lalu.

Harga kontrak yang aktif diperdagangkan tersebut mengalami penurunan sebesar 0,41% dibanding periode perdagangan sebelumnya ke US$ 84,5/ton dan berada di dekat level tertinggi sejak Mei 2019. Meski menguat tipis, batu bara kini mampu membukukan penguatan 10 pekan beruntun, dengan total nyaris 47%.

Berkat kinerja impresif tersebut, harga batu bara secara year-to-date kini mencetak penguatan lebih dari 22% setelah berada di zon merah sejak akhir Maret hingga 24 November lalu.

Musim dingin yang tengah berlangsung di China membuat permintaan si batu legam mengalami kenaikan. Di saat yang sama pasokan batu bara lokal China justru menipis sehingga membuat harganya melambung tinggi.

Harga batu bara termal China untuk tipe Qinhuangdao 5.500 Kcal/kg tembus RMB 728/ton. Padahal target informal yang dipatok pemerintah hanya di RMB 500 - RMB 570/ton. Ketatnya pasokan batu bara lokal membuat China melonggarkan kebijakan kuota impornya, tetapi tidak untuk Australia.

Konflik antara China dan Australia semakin memanas gegara pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu pemicu kenaikan harga batu bara. Seperti diketahui, Australia menyerukan untuk melakukan penyelidikan internasional terhadap virus corona yang berasal dari China, hingga akhirnya menjadi pandemi.

Hubungan kedua negara pun retak, padahal keduanya merupakan mitra strategis. China merupakan pasar ekspor terbesar Australia. Pada 2018-2019 saja, ekspor Australia ke China mencapai US$ 116,79 miliar atau setara dengan 32,6% dari total ekspor negara tersebut.

Melansir CNBC International, setidaknya ada delapan produk Australia yang ditarget China, yakni, jelai, wine, daging merah, kapas, kayu, batu bara, lobster, dan bijih besi. Masuknya batu bara Australia ke dalam komoditas yang diboikot China membuat Negeri Kanguru mulai berpikir untuk menurunkan target produksinya.

Produsen batu bara Australia mungkin harus mulai memangkas produksinya jika China membatasi impor dari mereka dan hal ini diperkir memakan menyebabkan pendapatan ekspor batu bara turun tajam tahun ini.

China adalah pembeli terbesar kedua batu bara termal Australia dibakar di pembangkit listrik dan batu bara metalurgi digunakan untuk membuat baja. Meskipun hubungan Australia dan China memanas tetapi kebutuhan batu bara Negeri Panda yang naik dan output yang turun turut mengangkat harga batu bara termal secara global.

Ke depan Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan permintaan batu bara akan naik di 2021. Kenaikan permintaan diperkirakan bakal mencapai 2,6% dibanding tahun ini pasca diserang pandemi Covid-19 yang memicu lockdown secara masif dan membuat konsumsi listrik turun dan roda industri tersendat.

Permintaan batu bara termal dan metalurgi diperkirakan meningkat menjadi 7.43 miliar ton pada tahun 2021 dari 7.24 miliar ton tahun ini. Jelas ini menjadi katalis positif bagi harga batu bara.

Namun munculnya varian baru virus Corona B.1.1.7 juga perlu diwaspadai karena tidak hanya di Inggris saja varian tersebut dilaporkan tetapi juga sudah mulai ditemukan di negara lain seperti Italia, Belanda bahkan Australia.

Varian tersebut diklaim 70% lebih menular ketimbang varian yang ditemukan saat awal pandemi. Ketika kasus kenaikan kasus yang tajam juga terjadi di luar Inggris serta memicu lockdown yang lebih ketat di berbagai negara maka permintaan yang harusnya membaik bisa tertekan dan harga berbalik arah. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rekor Terus! Gegara China, Harga Batu Bara Tembus US$ 85/ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular