
Bersiap Supercycle Komoditas di 2021, Saatnya Borong Emas?

Analis dari bank Wells Fargo memprediksi harga emas akan kembali menguat di tahun depan, bahkan mencetak rekor tertinggi baru, sebab pasar finansial disebut sedang "mabuk" likuiditas.
John LaForge, kepala strategi aset riil di Wells Fargo, memprediksi pemulihan ekonomi di tahun 2021 akan cukup kuat dengan adanya vaksin virus corona. Meski demikian, ia melihat suku bunga bunga masih akan rendah dan kebijakan moneter masih longgar, sehingga perekonomian akan banjir likuiditas yang akan mendukung kenaikan harga emas.
"Pasar finansial 'mabuk' akan likuiditas dan para investor seharusnya tidak memperkirakan tahun 2021 pasar finansial akan 'sadar'. Dalam kondisi tersebut, kinerja logam mulia masih akan bagus," kata LaForge, sebagaimana dilansir Kitco.
Artinya menurut LaForge, hingga tahun depan pasar masih akan banjir likuiditas. Maklum saja, pemerintah Amerika Serikat (AS) masih akan menggelontorkan stimulus fiskal guna membantu perekonomian.
Kongres (DPR dan Senat) AS meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar. Rancangan undang-undang stimulus fiskal tersebut akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.
Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.
Namun, Trump sedikit mengejutkan pasar, melalui akun Twitternya, ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai "aib". Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari US$ 600 menjadi US$ 2.000.
Meski demikian, Trump tidak menyebutkan apakah RUU stimulus US$ 900 miliar tersebut akan ditandatangani atau tidak. Pasar memperkirakan RUU tersebut tetap akan ditandatangani, sebab selain berisi stimulus fiskal, juga berisi anggaran negara selama 1 tahun senilai US$ 1,4 triliun, sehingga jika tidak ditandatangani, pemerintah AS akan mengalami shutdown.
Cuitan Trump tersebut bisa menjadi kabar bagus bagi emas, sebab stimulus fiskal dan moneter merupakan "bahan bakar" bagi emas untuk menguat. Jika stimulus fiskal yang digelontorkan semakin besar maka emas memiliki semakin banyak bahan bakar untuk menguat.
Dari sisi stimulus moneter, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan pekan lalu berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.
Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.
The Fed memberikan proyeksi inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.
Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.
"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, saat konferensi pers, sebagaimana dilansir CNBC International.
Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.
"Masih banyak uang yang akan dicetak, dan itu bagus untuk emas dan perak," kata LaForge.
Tetapi tidak hanya stimulus moneter yang akan membawa emas kembali menguat, ia juga melihat tahun 2020 sebagai awal siklus bullish emas.
LaForge memprediksi di akhir tahun 2021, emas akan menyentuh US$ 2.100 hingga US$ 2.200/troy ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]