Bersiap Supercycle Komoditas di 2021, Saatnya Borong Emas?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
23 December 2020 17:00
Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia mulai stabil pada perdagangan Rabu (23/12/2020) setelah bergerak dengan volatilitas tinggi dan jeblok dalam 2 hari terakhir.

Melansir data Refinitiv, emas sempat melesat 1,37% ke US$ 1.906,46/troy ons di hari Senin. Tetapi tidak lama setelah mencapai level tersebut logam mulia ini jeblok ke US$ 1.856,29/troy ons, merosot 1,3% dibandingkan penutupan perdagangan pekan lalu. Tetapi jika dilihat dari level tertinggi yang dicapai hari ini, emas jeblok 2,6%.

Di penutupan perdagangan, emas dunia melemah 0,21% ke US$ 1.876,21/troy ons.

Sementara kemarin, harga emas dunia merosot 0,89% ke US$ 1.859,56/troy ons, dan hari ini Rabu (23/12/2020) naik 0,43% di US$ 1.867,59/troy ons pada pukul 16:44 WIB. 

Pergerakan dengan volatilitas tinggi alias naik turun tajam dalam waktu singkat sebenarnya sudah diprediksi banyak analis, sebab menjelang libur Natal dan Tahun Baru volume perdagangan lebih rendah dari biasanya.

Sepanjang tahun ini hingga Selasa kemarin emas mencatat kenaikan tajam nyaris 23%, bahkan sempat membukukan rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu.

Beberapa analis melihat kenaikan di tahun ini sebagai awal dari supercycle atau periode kenaikan tajam harga emas dalam jangka panjang.

Profesor ekonomi terapan di John Hopkins University, Steve Hanke, dalam wawancara dengan Kitco, Selasa (22/12/2020), mengatakan komoditas termasuk emas akan memasuki fase supercycle tersebut pada tahun 2021 mendatang.

"Supply sangat terbatas, stok rendah, dan ekonomi mulai bangkit dan maju ke depan, harga komoditas akan naik dan memulai supercycle. Saya pikir saat ini kita sudah melihat tanda awalnya," kata Hanke, sebagaimana dilansir Kitco.

Andy Hecht dari bubbatrading.com menjadi salah satu analis yang juga memprediksi emas masuk supercyle. Hetch bahkan mengatakan senang melihat harga emas turun di bawah US$ 1.900/troy ons.

"Saya menyambut penurunan harga emas, saya ingin melihat harga emas turun, itu artinya saya akan membeli lebih banyak emas," kata Hecht sebagaimana dilansir Kirco, Kamis (23/10/2020).

"Saya melihat kita masih di tahap awal supercyle komoditas, itu artinya emas akan melesat tinggi, begitu juga dengan perak," katanya.

HALAMAN SELANJUTNYA >>>

Wells Fargo Prediksi Emas ke US$ 2.200 di 2021 

Analis dari bank Wells Fargo memprediksi harga emas akan kembali menguat di tahun depan, bahkan mencetak rekor tertinggi baru, sebab pasar finansial disebut sedang "mabuk" likuiditas.

John LaForge, kepala strategi aset riil di Wells Fargo, memprediksi pemulihan ekonomi di tahun 2021 akan cukup kuat dengan adanya vaksin virus corona. Meski demikian, ia melihat suku bunga bunga masih akan rendah dan kebijakan moneter masih longgar, sehingga perekonomian akan banjir likuiditas yang akan mendukung kenaikan harga emas.

"Pasar finansial 'mabuk' akan likuiditas dan para investor seharusnya tidak memperkirakan tahun 2021 pasar finansial akan 'sadar'. Dalam kondisi tersebut, kinerja logam mulia masih akan bagus," kata LaForge, sebagaimana dilansir Kitco.

Artinya menurut LaForge, hingga tahun depan pasar masih akan banjir likuiditas. Maklum saja, pemerintah Amerika Serikat (AS) masih akan menggelontorkan stimulus fiskal guna membantu perekonomian.

Kongres (DPR dan Senat) AS meloloskan paket stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar. Rancangan undang-undang stimulus fiskal tersebut akan diserahkan ke Presiden AS Donald Trump untuk ditandatangani sehingga sah dan cair.

Saat stimulus tersebut cair, jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah, secara teori nilai tukar dolar AS akan tertekan.

Namun, Trump sedikit mengejutkan pasar, melalui akun Twitternya, ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai "aib". Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari US$ 600 menjadi US$ 2.000.

Meski demikian, Trump tidak menyebutkan apakah RUU stimulus US$ 900 miliar tersebut akan ditandatangani atau tidak. Pasar memperkirakan RUU tersebut tetap akan ditandatangani, sebab selain berisi stimulus fiskal, juga berisi anggaran negara selama 1 tahun senilai US$ 1,4 triliun, sehingga jika tidak ditandatangani, pemerintah AS akan mengalami shutdown.

Cuitan Trump tersebut bisa menjadi kabar bagus bagi emas, sebab stimulus fiskal dan moneter merupakan "bahan bakar" bagi emas untuk menguat. Jika stimulus fiskal yang digelontorkan semakin besar maka emas memiliki semakin banyak bahan bakar untuk menguat.

Dari sisi stimulus moneter, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengumumkan kebijakan pekan lalu berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.

The Fed memberikan proyeksi inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, saat konferensi pers, sebagaimana dilansir CNBC International.

Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023.

"Masih banyak uang yang akan dicetak, dan itu bagus untuk emas dan perak," kata LaForge.

Tetapi tidak hanya stimulus moneter yang akan membawa emas kembali menguat, ia juga melihat tahun 2020 sebagai awal siklus bullish emas.

LaForge memprediksi di akhir tahun 2021, emas akan menyentuh US$ 2.100 hingga US$ 2.200/troy ons.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular