
The Fed vs BI Pekan Ini, Rupiah Tembus Rp 13.000-an Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah membukukan penguatan meski tipis 0,11% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.070/US$ sepanjang pekan lalu. Selain itu jika melihat ke belakang, kinerja rupiah terbilang impresif, dalam 11 pekan terakhir, hanya pada pekan lalu yang melemah, sekali stagnan, dan sisanya menguat.
Selama periode tersebut, rupiah membukukan penguatan 5,22%. Terlihat cukup impresif, tetapi jika dilihat sejak awal tahun atau secara year-to-date (YtD) rupiah tercatat masih melemah 1,37% YtD.
Meski terbilang impresif, nyatanya rupiah masih sulit untuk menembus ke bawah level Rp 14.000/US$.
Sentimen positif datang dari dalam negeri, dimana vaksin virus corona buatan Sinovac sudah tiba pada hari Minggu (6/11/2020).Selain itu, beberapa data ekonomi juga dirilis dari dalam negeri.
Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa hingga akhir bulan lalu sebesar US$ 133,6 miliar. Turun US$ 100 juta dibandingkan Oktober 2020 yaitu US$ 133,7 miliar.
Sehari setelahnya, BI melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode November 2020 sebesar 92. Naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 79.
BI juga melaporkan data penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Oktober 2020 berada di 183,5. Ambles 14,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), lebih dalam ketimbang penurunan September 2020 yang 8,7% YoY.
Di awal pekan ini, rupiah Badan Pengawas Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA) AS akhirnya menyetujui penggunaan darurat vaksin Pfizer dan BionTech. Vaksinasi pertama akan dilakukan pada hari Senin waktu setempat.
Hal tersebut bisa menjadi sentimen positif ke pasar finansial, yang membuat rupiah bisa kembali perkasa.
Sementara itu dari dalam negeri di Selasa besok akan dirilis data neraca perdagangan bulan November, yang berpeluang besar berujung pada surplus di tengah kenaikan beberapa harga komoditas andalan ekspor Indonesia, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang naik 14% dan harga batu bara yang naik 9% sebulan lalu.
Kemudian pada hari Kamis (17/12/2020), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter, dan kemungkinan tidak akan ada perubahan sebab bulan lalu sudah memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%.
Pengumuman BI tersebut dilakukan sekitar 12 jam setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan kebijakan moneter. Berbeda dengan BI, ada kemungkinan The Fed akan menambah nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebab hingga saat ini stimulus fiskal di AS masih belum cair dan pasar tenaga kerja AS kembali memburuk.
Jika The Fed menambah nilai QE, dolar AS kemungkinan akan tertekan, dan rupiah bisa menguat di pekan ini ke bawah Rp 14.000/US$ di pekan ini.
Tetapi, yang patut diwaspadai adalah lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di luar dan dalam negeri yang bisa membuat sentimen memburuk dan menekan rupiah.
Meski demikian, sentimen negatif juga datang dari Jerman.
Pemerintah Jerman memutuskan untuk menerapkan partial lockdown alias penguncian wilayah sebagian mulai Rabu (16/12/2020) mendatang. Keputusan itu diambil untuk menekan laju penyebaran virus corona yang melonjak lagi belakangan ini.
Kemudian, Jepang dan Korea Selatan juga mencatatkan rekor dalam penambahan kasus harian Covid-19.
Selain itu, kasus Covid-19 di dalam negeri juga menjadi perhatian. Pada Kamis (3/12/2020) kasus Covid-19 mencatat rekor penambahan di atas 8.000 per hari, dan dalam 5 hari terakhir kasus baru selalu lebih tinggi dari 6.000. Minggu kemarin, jumlah kasus baru dilaporkan sebanyak 6.189 kasus.
