5 Alasan Pemerintah Naikkan Cukai, Picu Saham Rokok Rontok

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
10 December 2020 19:00
Foto Heru Pambudi - Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu (CNBC Indonesia - Monica Wareza)
Foto: Heru Pambudi - Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu (CNBC Indonesia/Monica Wareza)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membeberkan pertimbangan kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 12,5% yang rencananya akan berlaku efektif mulai Februari tahun depan.

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi menyampaikan setidaknya ada lima alasan pemerintah menaikkan cukai rokok di tahun 2021. Lima alasan itu meliputi dari sisi pertimbangan kesehatan, tenaga kerja langsung dan tidak langsung di industri rokok yang terdampak dari kebijakan ini, petani tembakau hingga pertimbangan dampak timbulnya rokok ilegal dan kontribusi penerimaan rokok terhadap APBN.

Menurut Heru, faktor pertama adalah dari sisi kesehatan. Dengan tarif cukai yang baru, maka setidaknya harga rokok bisa naik 14% dari harga yang berlaku di pasaran saat ini.

"Dari sisi kesehatan, cukai instrumen fiskal untuk pengendalian konsumsi. Kalau yang kita kendalikan rokok, berarti kan berkaitan dengan kesehatan. Targetnya bagaimana kita semakin hari semakin sehat, indikatornya apa? Dari instrumen keberhasilan itu tentunya semakin baik, kalau harga makin naik, keterjangkauan semakin sulit," kata Heru, dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia, Kamis (10/12/2020).

Berikutnya, adalah dari sisi tenaga kerja langsung maupun tidak langsung yang terdampak dari kebijakan ini. Mulai dari petani, pekerja di industri rokok. Untuk pekerja langsung, dalam artian yang bekerja di pabrik rokok saja jumlahnya ada sebanyak 158 ribu.

Sedangkan, petani tembakau ada 526 ribu. Faktor ini juga sudah menjadi kalkulasi pemerintah supaya tidak terjadi PHK jika aturan cukai ini diterapkan.

"Oleh karena itu pemerintah harus betul-betul menjaga, apalagi dalam situasi seperti ini sulit kemudian terjadi PHK. Petani juga sama, supply chain yang berkaitan dengan industri rokok, harus mendapat perhatian," ucap Heru menambahkan.

Alasan keempat, kenaikan tarif cukai juga harus mengantisipasi beredarnya rokok ilegal. "Setiap kenaikan tarif berpotensi menimbulkan pelanggaran dalam bentuk rokok ilegal, apakah dalam pita palsu. Semakin tinggi tarif cukai berpotensi meningkatnya rokok ilegal. Ini harus diatur," bebernya.

Terakhir, kata Heru, pemerintah juga harus mempertimbangkan kontribusi rokok terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di tahun depan kontribusnya diperkirakan mencapai Rp 173 triliun.

"Lima ini mesti harus dipertimbangkan secara seksama oleh pemerintah," ucapnya.

Untuk itu Kemenkeu, dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) akan selalu mendengarkan dan melihat perkembangan kebijakan ini, termasuk menerima masukan dari berbagai pihak.

"Masukan banyak, dari semua pihak, organisasi lembaga. Puluhan surat masuk, kita terjemahkan di titik yang harmonis," tandas Heru.

Merespons kebijakan tersebut, sontak saham-saham rokok yang tadinya menghijau langsung ambruk ke zona merah bahkan menyentuh level Auto Reject Bawah (ARB), atau batas maksimal penurunan harian sebesar 7% dalam sehari.

Data BEI menunjukkan, biang kerok penurunan IHSG hari ini datang dari saham rokok di mana saham PT H M Sampoerna Tbk (HMSP) terpaksa anjlok menyentuh level terendahnya yakni 6,96% ke level harga Rp 1.670/unit dan menyumbang penurunan 13 indeks poin.

Sementara itu saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) anjlok menyentuh level ARB 6,99% ke level harga Rp 44.275/unit dan menyumbang penurunan 5,7 indeks poin, sehingga kedua emiten tersebut menyumbang koreksi sebanyak 18,7 indeks poin.

Lalu saham PT Bentoel International Tbk (RMBA) ambruk 1,07% ke level harga Rp 370/unit. Hanya saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) yang mampu bertahan stagnan di level Rp 595/unit.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular