'Barang' di Bursa Saham Asia Sudah Mahal, Investor pun Jualan

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
10 December 2020 09:11
Bursa Jepang (Nikkei).  (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Ilustrasi Pasar Saham Tokyo (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia bergerak cenderung melemah pada perdagangan pagi ini. Aksi ambil untung plus tertular koreksi Wall Street menjadi penyebabnya.

Pada Kamis (10/12/2020) pukul 08:51 WIB, berikut perkembangan indeks saham utama Benua Kuning:

Bursa saham Asia memang rentan terserang ambil untung alias profit taking. Maklum, laju penguatan hari ini sudah ugal-ugalan.

Contoh indeks Hang Seng (Hong Kong), yang menguat 12.97% sejak awal kuartal IV-2020. Lonjakan ini membuat harga aset di pasar saham eks koloni Inggris tersebut semakin mahal.

Valuasi Hang Seng yang ditunjukkan dengan Price/Earnings Ratio (P/E) per 9 Desember 2020 berada di 13,58 kali. Pada awal kuartal IV-2020, P/E Hang Seng masih di bawah 11 kali.

Fenomena harga aset yang membumbung tinggi tidak cuma terjadi di bursa saham Hong Kong, tetapi di negara lain termasuk Indonesia. Kalau harga aset sudah naik tinggi seperti ini, investor mana yang tidak tertarik mencairkan keuntungan? Selama masih ada cuan yang bisa dicairkan, maka risiko koreksi tetap akan membayangi pasar saham Asia.

Selain itu, bursa saham Asia juga terimbas koreksi yang terjadi di Wall Street. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,35%, S&P 500 berkurang 0,79%, dan Nasdaq Compostite ambles 1,94%.

Investor di bursa saham New York gelisah menanti kabar terbaru soal stimulus fiskal di Negeri Paman Sam. "Kami masih mencari jalan," ujar Mitch McConnell, Pimpinan Mayoritas Senat AS, seperti dikutip dari Reuters.

Tanpa stimulus fiskal, ekonomi AS akan sulit dipacu lebih cepat karena dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang sangat dahsyat. Salah satu dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah penurunan penciptaan lapangan kerja. Pada November 2020, perekonomian AS menciptakan 245.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farm payroll), jauh berkurang ketimbang bulan sebelumnya yang mencapai 610.000.

"Pemulihan ekonomi tertahan, dan masih amat rentan. Musim dingin dan lonjakan kasus baru bisa memukul ekonomi sampai jatuh sebelum pulih kembali setelah kehadiran vaksin dan stimulus dari Washington," kata Sun Won Sohn, Profesor di Loyola Marymount University di Los Angeles, sepert diberitakan Reuters.

Pesimisme akan pemulihan ekonomi membuat investor di bursa saham New York mundur teratur. Malangnya, sikap serupa juga dilakukan oleh investor di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular