
November: Harga Emas Ambrol 5%, Minyak Terbang 25% Lebih

Tahun 2020 tinggal satu bulan, lantas bagaimana prospek harga komoditas sampai akhir tahun?
Emas
Sampai saat ini fundamental emas belum berubah. Dolar AS yang tertekan, imbal hasil riil obligasi pemerintah AS yang berada di teritori negatif, suku bunga acuan di negara maju berada di zero lower bound membuat biaya peluang (opportunity cost) memegang aset tak produktif seperti emas menjadi rendah.
Apabila tidak ada kabar baik dari vaksin yang menyusul dan perbincangan soal stimulus jumbo jilid II di Paman Sam mulai bergulir dan menemukan titik temu maka harga emas masih berpeluang untuk menarik.
Batu Bara
Tensi geopolitik Canberra-Beijing masih berlanjut. China disebut memboikot impor batu bara asal Australia. Di saat hubungan bilateral keduanya memanas, Indonesia justru diuntungkan karena China akan beralih mengambil pasokan batu bara termalnya dari Tanah Air.
Namun perbaikan permintaan batu bara bisa terganjal jika lonjakan kasus Covid-19 terus terjadi dan memicu lockdown. Para produsen akan semakin tertekan dan berupaya untuk memangkas produksinya. Melihat kondisi ini harga batu bara kemungkinan sampai akhir tahun akan sangat susah tembus ke level yang lebih tinggi dari US$ 75/ton.
Minyak Sawit Mentah (CPO)
Harga CPO sebenarnya sudah terbang tinggi. Sampai akhir tahun harga kemungkinan masih akan tetap bergerak di rentang RM 3.200 - RM 3.400 per ton. Skenario terburuknya adalah anjlok ke RM 3.000 - RM 3.200 per ton.
Katalis positif yang saat ini tersisa bagi harga CPO adalah pemangkasan bea masuk impor India sebesar 10 poin persentase dari 37,5% menjadi 27,5% yang bakal meningkatkan permintaan CPO ke India.
Faktor penahan kenaikan harga CPO adalah kebijakan Malaysia untuk tidak lagi membebaskan pajak ekspor maupun maraknya lockdown di Eropa yang tak kunjung dicabut.
Minyak Mentah
Pada dasarnya lockdown masih menjadi momok yang menakutkan untuk semua komoditas terutama komoditas energi yang berkaitan langsung dengan mobilitas sepeti minyak.
Kenaikan output minyak Libya menjadi 1,25 juta barel per hari (bph) dan mulai berproduksinya industri shale oil AS membuat OPEC+ mendapat tekanan kuat untuk tak menggenjot produksinya mulai awal tahun depan.
Namun sampai saat ini beredar kabar bahwa OPEC+ belum mencapai konsensus untuk menunda kenaikan produksi minyaknya. Pertemuan yang awalnya dijadwalkan berlangsung hari ini menjadi ditunda ke hari Kamis.
Apabila OPEC+ gagal mencapai kesepakatan dan justru terjadi perpecahan di internal organisasinya, maka harga minyak siap-siap untuk terpangkas lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]