
Indeks "Ketakutan" Turun 44%, Tanda Harga Emas Akan Longsor?

Harga emas sebenarnya sudah mulai menurun sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa bulan Agustus lalu. Tetapi para analis yang tetap mempertahankan proyeksinya emas akan terus menguat bahkan memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa lagi.
Tetapi arah angin mulai mengendur, Bank of America BoA kini memberikan outlook netral terhadap emas, dari sebelumnya bullish (tren naik) dan memprediksi harga emas akan mencapai US$ 3.000/troy ons.
Dalam presentasi prospek 2021 BoA, Francisco Blanch, kepala penelitian komoditas & derivatif global, dan Michael Widmer, ahli strategi logam di bank, mengumumkan perubahan signifikan dalam perkiraan emas mereka untuk 2021. Bank tidak lagi memprediksi harga mencapai US$ 3.000/troy ons.
"Kami sekarang netral terhadap emas. Kami melihat emas berisiko tertekan akibat kenaikan suku bunga dalam jangka panjang," kata Blanch sebagaimana dilansir Kitco.
Meski demikian Blanch melihat harga emas masih akan mampu kembali ke atas US$2.000/troy ons lagi.
"Ketika ekonomi global terbuka, emas menghadapi lebih banyak tantangan, membuatnya sulit untuk mencapai US$ 3.000/oz, tetapi stimulus fiskal dan moneter yang sedang berlangsung akan mendorong logam kuning ke atas US$ 2.000 /troy ons lagi," katanya.
Jika BoA memberikan outlook netral untuk emas, Carley Garner, founder perusahaan broker DeCarley Trading justru memberikan proyeksi bearish (tren turun). Carley melihat pelemahan dolar AS sudah selesai dan emas berisiko turun ke US$ 1.500/troy ons.
"Saya pikir pelemahan dolar AS sudah mencapai dasarnya jadi penguatan emas sudah berakhir," kata Garner sebagaimana dilansir Kitco, Rabu (11/11/2020).
Garner melihat, meski bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, tetapi di Eropa yield sudah negatif yang membuat aliran modal akan masuk ke AS.
"The Fed diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, tetapi dengan tingkat suku bunganya saat ini (0,25%) masih lebih tinggi ketimbang Eropa dimana yield-nya negatif. Saya pikir akan banyak investasi masuk ke AS untuk membeli obligasi dan mungkin saham. Itu akan menahan penurunan dolar," tambahnya.
Menurutnya, dalam suatu waktu di tahun depan emas akan menyentuh US$ 1.500/troy ons.
"Emas perlu waktu untuk sampai disana (US$ 1.500/troy ons), tetapi pada suatu waktu di tahun depan, mungkin di kuartal I, atau mungkin di kuartal II, saat pikir saat itu," kata Garner.
Sementara itu, Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank mengatakan periode penguatan emas masih belum berakhir.
"Penguatan emas masih belum berakhir, ini hanya tertahan untuk sementara saat pelaku pasar menanti bagaimana kinerja ekonomi," kata Hansen
Menurun Hansen, emas berisiko melanjutkan penurunan akibat perkembangan vaksin virus corona yang membuat pelaku pasar kembali masuk ke aset-aset berisiko. Tetapi, Hansen masih tetap bullish terhadap emas, meski tidak akan buru-buru melakukan aksi beli.
"Saya masih bullish terhadap emas, tetapi saya tidak akan buru-buru melakukan aksi beli. Ketika harga emas turun ke bawah US$ 1.850 dan menguji rerata pergerakan 200 hari, itu akan menjadi peluang beli untuk saya," kata Hansen.
Emas kemarin sudah menyentuh rerata pergerakan 200 hari di kisaran US$ 1.800/troy ons.
Presiden dari Blue Line Futures Bill Baruch juga masih cenderung bullish terhadap emas. Dalam wawancaranya dengan Kitco News, ia memperkirakan harga emas masih bisa tembus ke US$ 2.300/troy ons.
"Saat emas mendekati level US$ 1.800 per ons, sekarang akan menjadi saat yang tepat untuk perlahan-lahan membangun posisi long (beli) menuju US$ 2.300, yang masih dalam kartu untuk tahun 2021" katanya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
