
Rupiah Masih Bisa ke Bawah Rp 14.000/US$ Nggak Ya...?

Sangat disayangkan karena depresiasi rupiah terjadi saat situasi pasar sedang kondusif. Lagi-lagi datang kabar gembira soal pengembangan vaksin virus corona.
Kali ini dari calon vaksin yang dikembangkan oleh AstraZaneca dan Universitas Oxford. Vaksin ini disebut-sebut punya tingkat keberhasilan 90%.
"Ini artinya kita akan punya vaksin bagi seluruh dunia," ujar Andrew Pollard, Direktur Universitas Oxford, seperti dikutip dari Reuters.
Vaksin yang dikembangkan di Inggris ini punya sejumlah keunggulan. Pertama harganya relatif murah dibandingkan dengan buatan Pfizer atau Moderna. Kedua, bisa dikirim dengan lemari pendingin biasa sementara vaksin Pfizer harus disimpan di suhu -70 derajat celcius.
Seiring dengan akan hadirnya berbagai vaksin yang manjur, pemerintah di berbagai negara pun menyusun strategi vaksinasi massal untuk terbebas dari jeratan pandemi. Pemerintah Inggris menargetkan vaksinasi massal akan berlangsung pada kuartal I-2021.
"Vaksin akan didistristribusikan dan disuntikkan pada Januari, Februari, Maret. Kami berharap ketika Hari Paskah kehidupan sudah berangsur normal," ungkap Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris, sebagaimana diwartakan Reuters.
Harapan akan hidup normal yang bebas dari pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown) tentu sesuatu yag sangat menggembirakan. Semua orang sudah lelah hidup dirundung rasa takut selama berbulan-bulan. Semua rindu hidup seperti dulu, bebas berkegiatan dan kesempatan kerja terbuka luas.
Harapan ini diwujudkan oleh investor dalam bentuk memburu aset-aset berisiko. Saat hati sedang senang, buat apa main aman? Namun sayang, sepertinya rupiah tidak bisa ikut 'pesta' karena terserang profit taking.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
