Neraca Pembayaran RI Catatkan Surplus, Harga SBN Naik Lagi

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
20 November 2020 17:49
sbn obligasi
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Jumat (20/11/2020) akhir pekan ini mayoritas ditutup di zona hijau, setelah Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang berhasil surplus setelah 9 tahun defisit.

Mayoritas SBN hari ini kembali ramai dikoleksi oleh investor, kecuali SBN tenor 10 tahun dan 15 tahun yang cenderung dilepas oleh investor.

Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami penurunan yield, namun tidak untuk yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara naik 2,2 basis poin ke level 6,2% dan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun yang naik 0,5 basis poin ke 6,696%

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang naik. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Harga SBN mayoritas kembali menguat karena investor merespons positif terkait data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang surplus pada kuartal III-2020, meski tidak sebesar surplus kuartal sebelumnya.

"NPI mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada triwulan III 2020, melanjutkan capaian surplus sebesar US$ 9,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Surplus NPI yang berlanjut tersebut didukung oleh surplus transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (20/11/2020).

Pada kuartal III-2020, transaksi berjalan (current account) mencatat surplus sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini menjadikan transaksi berjalan Indonesia berhasil mencatatkan surplus setelah selama 9 tahun mengalami defisit.

Surplus transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca barang seiring dengan perbaikan kinerja ekspor di tengah masih tertahannya kegiatan impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum kuat.

Sementara itu, defisit neraca jasa meningkat dipengaruhi oleh peningkatan defisit jasa perjalanan karena kunjungan wisatawan mancanegara yang masih rendah, serta peningkatan defisit jasa lain seperti jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi.

Demikian juga dengan peningkatan impor jasa untuk kebutuhan penunjang aktivitas masyarakat yang lebih banyak dilakukan secara daring (online) selama pandemi Covid-19. Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer meningkat, terutama didorong oleh pembayaran imbal hasil atas investasi langsung yang meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aksi Ambil Untung di SBN Mulai Mereda, Harga SBN Menguat Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular