Waspada! Reli Sejak Oktober, Harga Batu Bara Bisa Ambles

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 November 2020 11:45
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai mencatatkan reli panjang sejak pertengahan bulan Oktober, harga kontrak futures batu bara termal Newcastle mulai menunjukkan adanya sinyal koreksi. Namun penurunan harga yang terjadi tipis saja. 

Pada perdagangan kemarin Selasa (17/11/2020), harga kontrak batu bara tersebut ditutup melemah 0,16% ke US$ 62,5/ton. Sebelumnya di akhir pekan lalu dan awal pekan ini harga batu bara ditutup flat di US$ 62,6/ton.

Harga yang sudah naik tinggi memang rawan terkoreksi akibat adanya aksi ambil untung oleh para trader. Kenaikan harga di pasar mencerminkan adanya optimisme vaksin Covid-19 hingga perbaikan dari sisi fundamentalnya.

Minggu lalu pasar dibuat ceria setelah Pfizer dan BioNTech melaporkan kandidat vaksin Covid-19 yang mereka kembangkan punya tingkat keampuhan lebih dari 90%. Pekan ini giliran Moderna yang melaporkan hal tersebut. 

Investor dan trader pun jadi lebih berani untuk mengambil risiko. Alhasil harga aset-aset keuangan dan bahkan komoditas pun ikut terangkat. Dari sisi fundamental pun ada alasan mengapa harga batu bara termal Newcastle bisa naik meski mendapatkan boikot secara tidak resmi dari China.

Berdasarkan data Refinitiv, ekspor Australia untuk jenis batu bara kokas dan batu bara termal ke China mencapai 3,35 juta ton pada Oktober atau naik sedikit dari 3,31 juta pada September, tetapi turun drastis dari 12,33 juta pada Juni yang menjadi bulan terkuat sepanjang tahun ini.

Kendati impor batu bara dari China mengalami penurunan yang signifikan belakangan ini, ekspor batu bara Australia tampaknya tidak terlalu signifikan terdampak karena diimbangi dengan peningkatan ekspor ke destinasi lain yaitu India, Korea Selatan dan juga Jepang.

Ekspor ke India dalam pada bulan September tahun ini tercatat sebesar 5,97 juta ton. Namun, impor batu bara India dari Australia sebagian besar merupakan batu bara kokas dan oleh karena itu hanya berdampak kecil pada harga batu bara termal.

Di luar China, pelanggan batu bara termal utama Australia adalah Jepang dan Korea Selatan, yang memberikan gambaran yang lebih positif bagi penambang batu bara asal Negeri Kanguru.

Ekspor Australia ke Jepang sedikit meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Ekspor batu bara tercatat mencapai 8,3 juta ton di bulan Oktober dan 8,45 juta di bulan September. Ekspor pada dua bulan tersebut menjadi yang terbaik sejak Maret.

Pengiriman ke Korea Selatan mencapai 4,95 juta ton pada Oktober atau mengalami kenaikan dari 4,24 juta pada September dan menjadi ekspor Australia terkuat sejak Desember tahun lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! Tak Kapok Cetak Rekor, Harga Batu Bara Tembus US$ 61/Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular