
Bikin Heboh, Ini Kronologi Gagal Bayar Indosterling Rp 1,9 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus gagal bayar di sektor industri jasa keuangan kembali mengemuka. Kali ini dialami para nasabah PT Indosterling Optima Investa (IOI), salah satu entitas di bawah Grup Indosterling yang dibangun oleh Sean William Hanley.
Ini adalah kasus gagal bayar dari salah satu produk investasi yang dikelola IOI, yakni Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil atau return investasi 9% hingga 12% setiap tahun.
Bagaimana kronologis kasus ini?
Menurut kuasa hukum nasabah IOI, Andreas dari Global Eternity Law Firm, PT IOI menghimpun dana sejak 2018/2019 dengan menjual produk High Yield Promissory Note (HYPN) dengan bunga mulai dari 9%-12%.
Namun, sejak April 2020 mulai gagal bayar. Para nasabah juga baru mengetahui bahwa produk HYPN tersebut tidak memiliki ijin menghimpun dana dari OJK maupun Bank Indonesia.
"Padahal di dalam perjanjiannya pada pasal 6 huruf e dikatakan, mereka memiliki segala jenis ijin yang diperlukan termasuk dari lembaga keuangan," terang Andreas, dihubungi CNBC Indonesia, Senin (16/11/2020).
Dengan dasar tersebut, sebanyak 58 nasabah dengan nilai kerugian mencapai Rp 95 miliar melapor ke Bareskrim dengan nomor laporan LP 0364/VII/2020/Bareskrim pada 6 Juli 2020.
Ada tiga pihak yang dilaporkan yakni PT IOI, SWH (Sean William Hanley) selaku direktur dan JBP (Juli Berliana Posman) selaku komisaris.
Klien Andreas memilih menempuh jalur pidana ketimbang PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) di Pengadilan karena, PKPU menawarkan pencairan selama 4-7 tahun ini, hal inilah yang kemudian ditolak oleh klien.
Sebelumnya Andreas mengatakan, "kalau menurut PKPU, nasabah Indosterling mencapai 1.200-2.000 orang, dengan total dana dihimpun kurang lebih Rp 2-3 triliun. Tapi berdasarkan terlapor bilangnya Rp 1,99 triliun," kata Andreas, dilansir Detikfinance.
SWH kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 30 September 2020 karena diduga melanggar pasal 46 mengenai Undang-undang Perbankan jo pasal 3,4,5 mengenai tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.
Andreas menuturkan, dana nasabah yang disimpan di PT IOI juga beragam, mulai dari Rp 250 juta sampai Rp 11 miliar per orang.
"Para nasabah mempertanyakan kenapa belum ditahan [tersangka]? Hingga Jumat kemarin para nasabah datang lagi ke Bareskrim mendatangi Irwasum [Inspektur Pengawasan Umum Polri] dan Propam [Divisi Profesi dan Pengamanan] untuk meminta perlindungan hukum," kata Andreas.
Ada tiga permintaan nasabah dalam laporan tersebut, yakni Gelar Perkara Khusus kenapa tersangka tidak ditahan, kedua penyitaan terhadap aset tersangka dan pencekalan keimigrasian.
Kuasa hukum William Henley, Hardodi dari HD Law Firm memang membenarkan kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri Cq Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus pada 30 September 2020 lalu.
Informasi ini juga disampaikan di keterbukaan informasi dengan Nomor: S-06953/BEI.PP1/11-2020. Hal ini mengingat William Henley adalah Komisaris dari PT Indosterling Technomedia Tbk (TECH), anak usaha dari PT Indosterling Sarana Investa. Saat ini, perkembangan proses hukum tersebut telah memasuki tahap penyidikan.
Namun, penetapan tersangka tersebut bukan berarti kliennya telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan oleh pelapor.
Sebab, menurutnya, dalam penegakan hukum di Indonesia, ada asas praduga tidak bersalah yang diatur dalam Penjelasan Umum KUHAP butir 3 huruf c dan di dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Adapun, upaya hukum yang saat ini sedang ditempuh tim kuasa hukum adalah menyelesaikan kewajiban melalui putusan homologasi kepada nasabah melalui putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.174/PDT-SUS/PKPU/2020/PN.NIAGA.JKT.PST pada 2 Agustus 2020.
Selanjutnya, langkah lainnya ialah mengikuti proses hukum sesuai hukum acara pidana dan melakukan pendekatan dengan nasabah yang tidak terkait dengan putusan PKPU secara persuasif.
"Kami juga menyiapkan langkah hukum praperadilan," kata Hardodi, dalam suratnya yang diterima CNBC Indonesia, Senin (16/11/2020).
Adapun dalam keterbukaan informasi di BEI, disebutkan, "upaya hukum yang telah ditempuh oleh Sean William Henley adalah menyelesaikan kewajiban kepada para kreditor yang telah diputus dalam putusan perkara PKPU, dengan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dijelaskan pada lampiran surat dari kuasa hukum nomor Ref_19/HD/LTR/XI/2020."
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Indosterling Jadi Tersangka, Buntut Gagal Bayar Rp 1,9 T?
