
Penggerak Market Pekan Depan: Joe Biden Hingga RI Bebas CAD

Sentimen dari Biden dan Pfizer masih akan mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri di pekan ini. Selain itu perhatian juga tertuju pada rilis data transaksi berjalan (current account) yang diprediksi akan mencatat surplus untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir.
Transaksi berjalan merupakan satu dari dua komponen Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), dan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, Pos ini menggambarkan arus masuk-keluar devisa yang datang dari ekspor-impor barang dan jasa, pendapatan primer, serta serta pendapatan sekunder.
Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga menjadi 'hantu' bagi perekonomian Indonesia. Kala defisit membengkak, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money di pos transaksi modal dan finansial (komponen NPI lainnya) sehingga diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan, yang pada akhirnya dapat menopang penguatan rupiah.
Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.
Di kuartal II-2020 lalu, transaksi berjalan Indonesia mencatat defisit 1,2% dari produk domestik bruto (PDB). Kini, di tengah pandemi Covid-19, BI memprediksi pada kuartal III-2020 ada kemungkinan transaksi berjalan bakal kembali surplus.
"Transaksi berjalan pada kuartal III-2020 diperkirakan akan mencatat surplus. Dipengaruhi oleh perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan dengan permintaan domestik yang belum cukup kuat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), dalam jumpa pers usar Rapat Dewan Gubernur Periode September 2020.
Surplus current account untuk pertama kalinya tentunya menjadi kabar bagus, tetapi pertanyaannya apakah surplus tersebut bisa dipertahankan ke depannya, mengingat surplus dicatat akibat impor yang anjlok tajam. Kemerosotan impor terjadi akibat resesi yang dialami Indonesia, artinya jika perekonomian mulai pulih, impor kemungkinan akan meningkat lagi, tentunya current account berisiko defisit lagi.