Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilik megaproyek Meikarta yang terasosiasi dengan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) Grup Lippo, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), memiliki 10 seri surat utang jangka menengah (Medium Term Notes/MTN) yang jatuh tempo bersamaan pada 26 Agustus 2023 senilai total Rp 597,78 miliar.
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), 10 seri MTN yang diterbitkan pada 2018 itu akan jatuh tempo bersamaan, dengan menawarkan kupon fixed 11,03% per tahun dengan frekuensi pembayaran tiap 3 bulan.
Ini adalah MTN Mahkota Sentosa Utama 1 Tahun 2018 dengan 10 seri, Seri A hingga J. Obligasi paling rendah nilainya yakni Rp 3,23 miliar adalah MTN Mahkota Sentosa Utama 1 Tahun 2018 Seri B
Sementara, MTN paling besar yakni MTN Mahkota Sentosa Utama I Tahun 2018 Seri J senilai Rp 177,70 miliar dan Seri C Rp 122,20 miliar.
Rincian MTN Mahkota Sentosa Utama 2018
 Foto: MTN Mahkota Sentosa Utama 1/KSEI MTN Mahkota Sentosa Utama 1/KSEI |
 Foto: MTN Mahkota Sentosa Utama 2/KSEI MTN Mahkota Sentosa Utama 2/KSEI |
MSU adalah perusahaan entitas asosiasi dari Lippo Cikarang berdasarkan laporan keuangan September 2019. Sementara sebanyak 54% saham di LPCK dimiliki oleh PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Mengacu laporan keuangan tersebut, Mahkota Sentosa memang rajin merilis obligasi. Berdasarkan data KSEI, surat utang terakhir didaftarkan pada 11 Desember 2019.
Megaproyek Meikarta mulai diluncurkan pada Januari 2016 di lahan seluas 22 juta meter persegi di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sejak awal proyek ini disebutkan memiliki nilai investasi mencapai Rp 278 triliun.
LANJUT>> Kena PKPU, Pengelola Meikarta Diminta Ajukan Proposal Damai
Saat ini, MSU berada dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara. Keputusan ini keluar setelah ditetapkan dalam sidang putusan yang digelar Senin (9/11/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Salah satu kurator dan pengurus yang ditunjuk dalam perkara ini, Imran Nating mengatakan gugatan ini baru saja dikabulkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"[Putusannya] Kabul, jadi sekarang PT MSU berstatus dalam PKPU (sementara)," kata Imran kepada CNBC Indonesia, Senin (9/11/2020).
Sebab itu, pihaknya meminta MSU] mengikuti proses PKPU ini dengan baik dan menyiapkan Proposal Perdamaian yang akan ditawarkan kepada para kreditornya.
"Kami meminta Termohon [MSU] mengikuti proses PKPU ini, dengan menyiapkan Proposal Perdamaian," jelasnya.
Hanya saja, dia menyebutkan, saat ini belum dipastikan berapa nilai PKPU tersebut sebab masih dalam proses pendaftaran kepada pengurus.
Perkara ini nantinya akan diumumkan setelah salinan putusan diterima dan pengurus akan menerima tagihan dari kreditor yang dilanjutkan dengan proses verifikasi tagihan.
MSU digugat oleh kreditornya PT Graha Megah Tritunggal yang disampaikan pada 6 Oktober lalu melalui kuasa hukumnya Erlangga Rekayasa, S.H. Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst.
Imran menyebutkan, penyelesaian perkara ini akan disesuaikan dengan UU Kepailitan. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada bulan yang sama MSU menerima dua perkara.
Lainnya adalah permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh Harry Supriyadi pada 5 Oktober 2020 lalu. Perkara ini bernomor 41/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst.
Namun, setelah menjalani sidang pertama pada 26 Oktober dan kemudian dilanjutkan pada 5 November 2020, permohonan pailit ini kemudian dicabut oleh pihak pemohon.
Mengacu laporan keuangan September 2019 milik LPCK, pada 11 Mei 2018, Peak Asia Investments Pte. Ltd., (PEAK), entitas anak Lippo Cikarang, melepas kepemilikan 14.000 saham di MSU kepada Mas Agoes Ismail Ning dengan harga pengalihan sebesar Rp 14.
Kemudian Lippo Cikarang pun melepas seluruh kepemilikan saham di PEAK kepada Hasdeen Holdings Limited, pihak ketiga, dengan harga pengalihan sebesar US$ 1. Lalu MSU menerbitkan 14.000 saham baru yang diambil oleh PEAK dengan harga Rp 4.050.000.
Sebagai akibat dari peningkatan modal pada MSU dan pelepasan seluruh kepemilikan saham PEAK, Lippo Cikarang kehilangan pengendalian atas MSU.
LANJUT>>Kena PKPU, Begini Respons Meikarta
Pemilik megaproyek Meikarta, MSU, yang telah diputuskan berada dalam PKPU menyebut pihaknya tidak mengakui keabsahan klaim yang mendasari pengajuan PKPU tersebut.
Dalam keterangan resminya, pihak MSU menyebutkan meski tengah dalam proses hukum ini, perusahaan meyakini bahwa proses tersebut tidak berdampak pada progres konstruksi proyek tersebut.
"MSU membantah dan tidak mengakui keabsahan klaim yang menjadi dasar pengajuan PKPU, tetapi kami akan tetap menghormati proses hukum yang berlangsung," tulis manajemen MSU, dalam keterangan resminya.
Perusahaan juga menyebut bahwa hingga saat ini telah melakukan serah terima lebih dari 1500 unit di District 1 dan sudah ada lebih dari 100 penghuni yang mulai tinggal di kawasan tersebut.
Sedangkan pembangunan District 2 juga sudah berjalan dengan pesat dan akan mulai topping off di bulan November ini.
"Kami akan terus bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk memastikan hasil PKPU yang konstruktif dan melindungi kepentingan semua pihak," tutup surat tersebut.