Juara! Rupiah Menguat dari Rp 14.625/US$ ke Rp 14.190/US$

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 November 2020 14:33
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menggila! Mata uang Tanah Air menguat tajam di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) sejak akhir bulan lalu. Penguatan rupiah yang begitu tajam membuatnya jadi mata uang terbaik di Asia.

Sejak akhir Oktober hingga 6 November rupiah terapresiasi lebih hampir 3% di hadapan greenback. Rupiah yang awalnya di posisi Rp 14.625/US$ menguat ke Rp 14.190/US$.

Mata uang utama Asia lainnya memang menguat, tetapi tidak ada yang setajam silet, eh rupiah. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning secara month-to-date:

Dari dalam negeri, ada dua data ekonomi yang mendukung penguatan rupiah. Pertama adalah inflasi, yang pada Oktober 2020 tercatat 0,07% month-to-month (MtM).

Ini menjadi inflasi perdana setelah tiga bulan beruntun terjadi deflasi. Ada pertanda bahwa daya beli masyarakat mulai kembali, meski belum terlampau kuat.

Pada November, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi kembali terjadi bahkan lajunya semakin cepat. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan I, inflasi November diperkirakan 0,18% MtM. Dengan begitu, inflasi tahun kalender menjadi 1,14% dan inflasi tahunan 1,5%.

"Penyumbang utama inflasi yaitu daging ayam ras sebesar 0,08% (MtM), cabai merah sebesar 0,03% (MtM), telur ayam ras dan bawang merah masing-masing sebesar 0,02% (MtM), serta cabai rawit dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,01% (MtM). Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas tarif angkutan udara sebesar -0.02% (MtM) dan emas perhiasan sebesar -0,01% (MtM)," sebut keterangan tertulis BI.

Kedua adalah pertumbuhan ekonomi, yang tercatat -3,49% year-on-year (YoY) pada kuartal III-2020. Meski masih negatif, tetapi melandai ketimbang kuartal sebelumnya yang -5,32%.

Pada kuartal IV-2020, bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi Ibu Pertiwi akan lebih baik lagi bahkan bisa saja sudah positif. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal pamungkas ini adalah -1,6% hingga 0,6%.

Sementara dari sisi eksternal, investor menyambut positif pemilihan presiden (pilpres) AS yang hasilnya sesuai ekspektasi. Joseph 'Joe' Biden, sang penantang dari Partai Demokrat, unggul atas petahana Donald Trump yang diusung Partai Republik.

Ya, investor memang lebih mengunggulkan Biden untuk menjadi penunggu Gedung Putih yang baru. Jika Biden menang, maka kemungkinan pemerintah akan menggelontorkan paket stimulus fiskal yang lebih besar.

Sebagai informasi, kubu Demokrat mengusulkan paket stimulus baru senilai US$ 2,2 triliun, lebih tinggi ketimbang proposal pemerintahan Trump yaitu US$ 1,8 triliun. Pembahasan stimulus masih mandek, karena semua fokus ke pilpres.

"Kami memperkirakan ada stimulus besar tahun depan. Stimulus itu, ditambah dengan kehadiran vaksin anti-virus corona (Coronavirus Diseasei-2019/Covid-19), akan mengangkat ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Kami sangat yakin dengan prospek 2021 dan 2022," tegas James Knightly, Chief International Economist ING Group, seperti dikutip dari Reuters.

Hasil pilpres AS yang sesuai perkiraan membuat pelaku pasar semringah. Tidak ada yang namanya main aman, investor getol memburu aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Berdasarkan data transaksi 2-5 November 2020, non-residen (asing) di pasar keuangan domestik beli neto Rp 3,81 triliun, dengan beli neto di pasar SBN (Surat Berharga Negara) sebesar Rp 3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 0,06 triliun," sebut keterangan tertulis BI.

Bermodal derasnya arus modal asing tersebut, rupiah pun mantap menapaki jalur hijau. Bahkan rupiah melaju sangat cepat, jauh di depan mata uang lainnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular