Biden Menang, Rupiah Garang!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 November 2020 09:13
Uang Rupiah/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Foto: Uang Rupiah (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Sepertinya euforia kemenangan Joseph 'Joe' Biden di pemilihan presiden (pilpres) AS menyelimuti pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.

Hari ini, Senin (9/11/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.150 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah menguat nyaris 3% di hadapan dolar AS secara point-to-point. Mayoritas mata uang utama Asia juga menguat di hadapan dolar AS, tetapi tidak ada yang sekuat rupiah.

Rasanya faktor eksternal begitu dominan menggerakkan rupiah. Akhir pekan lalu, akhirnya Biden dipastikan memperoleh suara terbanyak dalam pilpres AS 2020 mengalahkan sang petahana Donald Trump.

Saat ini perhitungan suara belum final. Namun per 9 November 2020 pukul 07:53 WIB, Biden memperoleh 290 suara elektoral (electoral college vote) berbanding 214 untuk Trump. Butuh 270 suara elektoral agar bisa menjadi penunggu Gedung Putih.

Harus diakui, pasar memang lebih nyaman dengan Biden. Selama masa pemerintahan Trump, ketidakpastian sangat tinggi. Pasalnya, Trump kerap muncul dengan sesuatu yang di luar dugaan, terutama melalui media sosial. Gerak pasar (dan ekonomi dunia) ditentukan oleh jempol sang presiden ke-45 Negeri Adidaya.

"Biden adalah kabar baik buat pasar. Kami sudah lelah dengan dampak yang muncul dari cuitan-cuitan Trump," tegas Christopher Stanton, Chief Investment Officer Sunrise Capital Partners, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Seiring euforia kemenangan Biden, sepertinya investor bakal semakin bernafsu memburu aset-aset berisiko. Artinya, dolar AS akan kian ditinggalkan sehingga depresiasi menjadi sebuah keniscayaan.

Dengan kelesuan dolar AS yang kemungkinan masih akan terjadi, rupiah punya ruang untuk terus menguat. Meski sepanjang pekan ini sudah terapresiasi nyaris 3%, rasanya laju penguatan rupiah masih belum akan berhenti.

"Untuk saat ini, sepertinya sentimen negatif terhadap dolar AS akan berlanjut hingga beberapa pekan ke depan," tambah Joe Manimbo, Senior Market Analyst Western Union Business Solutions, seperti dikutip dari Reuters.

Apalagi fundamental makroekonomi yang menyokong rupiah juga semakin baik. Laju inflasi domestik masih lambat, hingga Oktober hanya 1,44% year-on-year (YoY). Ini membuat berinvestasi di rupiah menjadi menguntungkan, karena tidak terlalu 'termakan' oleh inflasi.

Kemudian, transaksi berjalan (current account) juga kemungkinan akan mencatatkan surplus pada kuartal III-2020, surplus pertama sejak 2011. Tandanya pasokan devisa dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa sangat memadai, tidak lagi kekurangan. Devisa dari pos ini akan mampu membantu penguatan rupiah, karena tidak mudah keluar-masuk seperti investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.

"Seharusnya (rupiah) bisa memiliki ruang untuk terus menguat sejalan dengan neraca perdagangan yang membukukan surplus dalam beberapa bulan terakhir. Bank Indonesia akan memberikan ruang (penguatan) rupiah untuk berlanjut sesuai nilai fundamentalnya," kata Nanang Hendarsah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular