Rupiah Jaya! Dolar AS di Rp 14.250, Terlemah Sejak Juli

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
06 November 2020 09:08
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Faktor eksternal sepertinya masih menjadi pendorong penguatan rupiah, utamanya dari perkembangan pemilihan presiden (pilpres) AS.

Pada Jumat (6/11/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.250 kala pembukaan pasar spot, terkuat sejak awal Juli. Rupiah menguat 0,84% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi tajam 1,17% di hadapan dolar AS. Ini menjadi pengutan harian terbaik sejak 5 Juni. Rupiah yang berada di Rp 14.370/US$ adalah yang terkuat sejak 13 Juli.

Hari ini, bukan tidak mungkin pencapaian serupa bisa diraih. Soalnya mood investor sedang bagus, minat terhadap aset-aset berisiko tengah membuncah.

Tingginya risk appetite pelaku pasar terlihat di bursa saham New York. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,95%, S&P 500 menanjak 1,95%, dan Nasdq Composite melompat 2,59%.

Pelaku pasar merespons positif hasil sementara pilpres AS. Per pukul 07:41 WIB, sang penantang Joseph 'Joe' Biden (Partai Demokrat) unggul atas petahana Donald Trump(Partai Republik dengan suara elektoral (electoral college vote) 264 berbanding 214. Butuh 270 suara elektoral untuk memenangi pilpres.

Ya, investor memang lebih mengunggulkan Biden untuk menjadi penunggu Gedung Putih yang baru. Jika Biden menang, maka kemungkinan pemerintah akan menggelontorkan paket stimulus fiskal yang lebih besar.

Sebagai informasi, kubu Demokrat mengusulkan paket stimulus baru senilai US$ 2,2 triliun, lebih tinggi ketimbang proposal pemerintahan Trump yaitu US$ 1,8 triliun. Pembahasan stimulus masih mandek, karena semua fokus ke pilpres.

"Kami memperkirakan ada stimulus besar tahun depan. Stimulus itu, ditambah dengan kehadiran vaksin anti-virus corona (Coronavirus Diseasei-2019/Covid-19), akan mengangkat ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Kami sangat yakin dengan prospek 2021 dan 2022," tegas James Knightly, Chief International Economist ING Group, seperti dikutip dari Reuters.

Sementara dari dalam negeri, kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh -3,49% pada kuartal III-2020. PDB Tanah Air terkontraksi 5,32% pada kuartal sebelumnya, sehingga Indonesia resmi masuk zona resesi.

Namun ada harapan perbaikan pada kuartal IV-2020. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Oktober-Desember 2020 berada di kisaran -1,6% hingga 0,6%. Ada ruang untuk kembali tumbuh positif.

"Indonesia trennya sudah positif, kita sudah melewati rock bottom pada kuartal II. Tentu kita berharap pada kuartal IV trennya positif, bisa -1,6% atau 0,6%," ungkap Airlangga Hartarto, dalam konferensi pers di Kantor Presiden, kemarin.

Untuk keseluruhan 2020, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa mendekati 0%. "Bahkan mungkin beberapa dot di atas nol," katanya.

Proyeksi ini menandakan bahwa Indonesia tidak akan lama terjebak di 'lumpur' resesi. Ekonomi sudah bisa kembali tumbuh positif pada kuartal IV-2020, meski risiko kontraksi masih ada.

Optimisme akan perbaikan ekonomi menebal kala pelaku pasar mulai mencium aroma penurunan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang rendah dan rupiah yang cenderung menguat (nyaris 3% dalam sebulan terakhir), ruang penurunan Bank Indonesia (BI) 7 Day Reverse Repo Rate memang semakin terbuka.

"BI mungkin akan mulai mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga acuan kala rupiah terus menguat, katakanlah ke kisaran Rp 14.000/US$ atau Rp 13.500/US$. Apalagi kebutuhan valas korporasi masih rendah karena belum pulihnya belanja modal, ditambah dengan arus modal portofolio yang masih deras. Kami memperkirakan ada pemotongan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) pada bulan ini, dengan kemungkinan penurunan 25 bps lagi pada Desember atau kuartal I-2021," papar Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya.

Dengan ekspansi fiskal yang biasanya memang memuncak pada kuartal IV plus kemungkinan stimulus moneter, ruang pemulihan ekonomi Ibu Pertiwi menjadi lebih besar. Ini akan membuat kepercayaan investor meningkat sehingga arus modal terus masuk ke pasar keuangan Indonesia sehingga menopang penguatan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular