Resesi Pertama Sejak 1999, Ekonomi Indonesia Baik-baik Saja?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
05 November 2020 14:52
Ruas tol Jakarta-Cikampek. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ruas tol Jakarta-Cikampek. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2020 tumbuh 5,05% secara kuartalan (qoq) tetapi masih minus 3,49% secara tahunan (yoy). Kontraksi PDB dua kuartal berturut-turut secara tahunan membuat Indonesia resmi menyandang status resesi untuk kali pertama sejak 1999. atau 21 tahun silam.

PDB berdasarkan lapangan usaha tumbuh dengan derajat yang berbeda-beda. Data BPS menunjukkan semua lapangan usaha mencatatkan pertumbuhan positif pada kuartal III dibandingkan dengan kuartal II. Ada empat sektor yang tumbuh sampai dobel digit secara kuartalan. 

Sektor tersebut antara lain transportasi dan pergudangan yang tumbuh 24,5% (qoq), akomodasi makan dan minum naik 14,8% (qoq), jasa kesehatan meningkat 13,7% (qoq), dan jasa lainnya yang terangkat 10,9% (qoq).

Namun jika dilihat secara tahunan, hanya ada 7 dari 17 sektor yang mencatatkan pertumbuhan di zona positif, sedangkan sisanya masih mengalami kontraksi. Lapangan usaha yang mencatatkan penguatan signifikan baik secara kuartalan maupun tahunan adalah industri kesehatan. Maklum adanya pandemi Covid-19 yang mengglobal membuat sektor kesehatan terdongkak. 

Secara year on year industri kesehatan meningkat 15% pada kuartal ketiga tahun ini dibanding kuartal tiga tahun 2019.

Industri lain yang menyusul peningkatan dobel digit sektor kesehatan adalah lapangan usaha sektor informasi dan komunikasi yang naik 10,6% (yoy). Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di banyak wilayah Tanah Air, kebutuhan akan internet dan akses ke sosial media hanya untuk bersosialisasi maupun bekerja menjadi meningkat.

Pada periode Juli-September sektor industri, pertanian, perdagangan, konstruksi, hingga pertambangan berkontribusi menyumbang 64,13% dari PDB. Hanya lapangan usaha saja yang mengalami pertumbuhan secara tahunan. 

Pertumbuhan di sektor pertanian diakibatkan oleh peningkatan produksi pangan akibat panen padi bergeser. Selain itu kenaikan harga minyak sawit akibat dorongan permintaan global juga menunjukkan adanya harapan pemulihan. 

Industri pengolahan mengalami kontraksi 4,31% (yoy). Semua sektor industri mengalami kontraksi kecuali untuk sektor industri makanan dan minuman yang tumbuh 0,66% (yoy), industri logam dasar 5,19% (yoy) dan yang paling signifikan yaitu industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh dobel digit di 14,96% (yoy).

Untuk industri perdagangan juga masih berada di zona negatif dengan penyusutan sebesar 5,03% (yoy). Meski PSBB telah dilonggarkan tetapi minat masyarakat untuk mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan belum setinggi sebelum pandemi. 

Perdagangan mobil, motor dan suku cadang reparasinya mengalami kenaikan jika dibanding kuartal kedua. Namun masih terkontraksi jika dibandingkan dengan kuartal ketiga tahun sebelumnya. 

GAIKINDO dan AISI melaporkan adanya peningkatan penjualan mobil dan motor seiring dengan pelonggaran PSBB sehingga kontraksi yang sebelumnya sangatlah lebar menjadi menyempit.

Namun target penjualan motor dan mobil untuk tahun ini di angka 6,4 juta dan 1 juta unit tak akan mungkin tercapai. Sebagai alternatif target penjualan motor pun diturunkan menjadi 3,7 juta unit saja. 

Sektor konstruksi juga mengalami kontraksi. Adanya pandemi Covid-19 membuat prioritas pemerintah berubah dari yang tadinya ke pembangunan infrastruktur dan konektivitas bergeser menjadi peningkatan upaya untuk menahan kejatuhan perekonomian nasional dengan memberikan berbagai bentuk stimulus.

Di sisi lain kontraksi ini juga dipicu oleh penurunan pengadaan semen serta impor bahan baku untuk konstruksi bangunan terutama yang berbasis besi dan baja hingga kaca.

Harga minyak dan batu bara yang mulai merangkak naik dan aktivitas operasional pertambangan yang mulai menggeliat membuat sektor ini tumbuh positif secara kuartalan. Namun tetap berada di zona kontraksi secara tahunan mengingat permintaan belum benar-benar pulih dan harga komoditas pertambangan masih rendah.

Kendati RI terbukti sah resesi, di kuartal ketiga ada dua sektor yang paling terdampak pandemi yaitu transportasi pergudangan dan akomodasi makan dan minum yang justru jadi jawara. 

Kedua sektor ini sangat sensitif dengan mobilitas publik. Ketika mobilitas menurun maka kedua sektor ini akan menjadi yang pertama dan paling terdampak seperti saat pandemi Covid-19. 

Pertumbuhan dua sektor ini yang sangat impresif hingga dobel digit atau lebih dari 10% memunculkan adanya harapan bahwa the worst is over, seperti kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Apabila tren peningkatan kasus infeksi Covid-19 terus melambat, PSBB semakin dilonggarkan, mobilitas publik terpantau semakin ramai terutama akibat libur panjang akhir tahun dan sentimen konsumen semakin membaik maka ini sudah menjadi modal yang baik untuk menyongsong kuartal empat yang lebih cerah. 

Risiko terbesar pemulihan ekonomi Indonesia tetap masih sama yaitu adanta gelombang kedua infeksi Covid-19 yang sudah mulai merebak di Eropa dan Amerika Utara.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular