Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri menguat pada perdagangan Selasa kemarin merespon ekspansi sektor manufaktur global. Selain itu, pelaku pasar juga menanti pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) pada 3 November waktu setempat.
Hasil pilpres tersebut bisa diketahui pada perdagangan hari ini, Rabu (4/10/2020) yang tentunya akan memberikan dampak signifikan ke pasar keuangan global, begitu juga ke Indonesia.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan 0,87% ke 5.159,45. Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 300 miliar di pasar reguler dengan nilai transaksi menyentuh Rp7,5 triliun.
Rupiah menguat 0,38% ke Rp 14.570/US$, yang merupakan level terkuat dalam 2 hari terakhir. Kemudian dari pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 1,1 basis poin (bps) menjadi 6,601%.
Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik, maka yield akan menurun, sebaliknya ketika harga turun maka yield akan naik.
Sektor manufaktur global, mulai dari China, Eropa, dan AS yang menunjukkan ekspansi memberikan gambaran berlanjutnya momentum pemulihan ekonomi di kuartal IV-2020.
Di awal pekan lalu, Caixin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur bulan Oktober tumbuh menjadi 53,6 dari bulan sebelumnya 53,0, dan lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 53,0.
Dari Eropa, Markit melaporkan PMI manufaktur zona euro naik menjadi 54,8, di bulan Oktober, dari bulan sebelumnya 53,7. PMI di bulan Oktober tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juli 2018 lalu.
Jerman, motor penggerak ekonomi Eropa mencatat kenaikan PMI manufaktur menjadi 58,2 dari sebelumnya 56,4.
Kemudian Institute for Supply Management (ISM) melaporkan PMI manufaktur AS di bulan Oktober melesat menjadi 59,3 dari 55,4 di bulan sebelumnya. PMI di bulan Oktober tersebut merupakan yang tertinggi sejak September 2018.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya artinya ekspansi.
Data PMI di berbagi negara tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan membuat pasar keuangan dalam negeri menguat kemarin.
Selain itu, kenaikan juga ditopang oleh hasil survei pilpres AS yang menunjukkan calon dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, unggul dari petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Survei terakhir yang dilakukan oleh NBC News/Wall Street Journal secara nasional menunjukkan Joe Biden masih diunggulkan dengan memperoleh 52% suara dalam survei tersebut, sementara Donald Trump 42%.
Namun, pilpres di AS menggunakan sistem electoral college, dimana setiap negara bagian memiliki jumlah suara electoral yang berbeda-beda. Kandidat yang memenangi suara publik (popular vote) di negara bagian tersebut akan memperoleh seluruh electoral college, atau dikenal dengan istilah winner- takes-all. Sistem ini diterapkan di semua negara bagian kecuali di Nebraska dan Maine
Secara nasional, kandidat yang memperoleh electoral college terbanyak akan menjadi presiden AS, meski kalah dalam popular vote, seperti yang terjadi pada 2017 lalu. Saat itu Donald Trump memenangi electoral college, dan lawannya Hilary Clinton memenangi popular vote. Alhasil, Donald Trump menjadi Presiden AS ke-45.
Oleh karena itu, negara-negara yang menjadi battleground bisa menjadi kunci kemenangan, sebab banyak ada swing voter.
 Foto: CNBC International |
Dari 6 wilayah battleground, Biden masih unggul, tetapi keunggulan tersebut menipis. Melansir CNBC International, di Arizona Biden unggul 50%, sementara Trump 47%, Florida Biden 51%, Trump 48%, Michigan Biden 51, Trump 44%, North Carolina biden 49%, Trump 47%, Pennsylvania, Biden 50%, Trump 46%, dan Winconsin, Biden 53%, Trump 45%.
Pada pilpres tahun 2016 lalu, Trump memenangi ke-enam wilayah battleground tersebut.
Kenapa unggulnya Biden di pilpres kali ini berdampak positif bagi pasar keuangan dalam negeri akan akan dibahas pada halaman 3.
Bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) melesat lagi pada perdagangan Selasa waktu setempat, saat warga memberikan suara mereka dalam pilpres 2020.
Indeks Dow Jones memimpin penguatan dengan melesat 2,06% ke 27.480,03, disusul indeks Nasdaq +1,85% ke 11.160,57, dan S&P 500 +1,78% ke 3.369,16.
Dengan penguatan tersebut, Wall Street melanjutkan reli sejak Senin lalu, setelah membukukan kinerja mingguan terburuk sejak Maret lalu. Pada pekan lalu, indeks Dow Jones dan S&P 500 ambrol 6,5% dan 5,6%, sementara Nasdaq merosot lebih dari 5%.
Pilpres AS akhirnya segera mengakhiri ketidakpastian siapa yang akan menjadi orang nomer 1 di Negeri Adi Kuasa.
"Pada akhirnya, pasar ingin kejelasan, dan ancaman utama terhadap bursa saham pekan ini adalah munculnya gugatan pilpres, sehingga jika persaingannya ketat hingga membuka peluang menggugat, menunda, atau memperpanjang penghitungan suara, bursa saham akan berbalik turun," tutur Tom Essaye, pendiri The Sevens Report, kepada CNBC International.
Pilpres di AS akan melibatkan 94 juta suara. Pasar bertaruh Biden akan unggul telak, sehingga kecil kemungkinan muncul pertikaian mengenai hasil pilpres sehingga pemerintah ke depan bakal lebih cepat menyelesaikan stimulus tahap kedua.
"Deklarasi pemenang sudah pasti akan lebih baik bagi pasar, siapa pun pemenangnya. Jika kita bangun besok dan kita tidak memiliki kepastian siapa yang menang, itu tidak akan mengejutkan pasar. Namun jika kita berbicara ini di pertengahan pekan depan, dan berbicara gugatan hasil atau perhitungan ulang, itu akan menjadi skenario terburuk," kata Art Hogan, kepala ahli strategi pasar di National Securities, sebagaimana dilansir CNBC International.
Segera berakhirnya ketidakpastian di AS, investor yang sebelumnya melakukan aksi jual dikatakan kembali melakukan aksi beli, apalagi setelah Wall Street merosot sekitar 10%.
"Saat pilpres akhirnya terjadi, investor yang melakukan aksi jual karena rumor saat ini kemungkinan akan melakukan aksi beli karena berita, dan akhirnya, setelah merosot hampir 10% satu bulan terakhir, kembali terjadi aksi buy on dip," kata Jim Paulsen, kepala ahli strategi investasi di Leuthold Group.
Hasil pilpres AS tentunya menjadi penggerak utama pasar keuangan Indonesia, bahkan secara global.
Yang menarik, Wall Street mampu reli 2 hari beruntun, padahal Joe Biden diunggulkan untuk memenangi pilpres. Sementara konsensus di pasar menunjukkan hal itu akan berdampak negatif bagi pasar.
"Konsensus menunjukkan jika Partai Demokrat menang di November akan berdampak negatif bagi pasar saham. Namun, kami melihat akan memberikan dampak netral hingga sedikit positif," kata Dubravko Lakos, kepala strategi saham dan kuantitatif di JP Morgan, dalam sebuah riset yang dirilis 29 Oktober lalu.
Alasan memberikan outlook netral tersebut dikarenakan ada katalis positif yang akan diberikan, misalnya stimulus fiskal yang lebih besar atau pembangunan infrastruktur, sementara katalis negatifnya adalah kenaikan pajak perusahaan.
Seandainya Trump kembali memenangi pilpres kali ini, tentunya tidak akan ada perubahan signifikan dari kebijakan yang diterapkan saat ini. Perang dagang dengan China misalnya, masih akan tetap berkobar. Kemudian, dari segi perpajakan tentunya tidak akan berubah, setelah dipangkas pada periode pemerintahannya saat ini.
Sementara jika lawannya, Joe Biden, yang memenangi pilpres, bisa dipastikan akan ada perubahan kebijakan. Perang dagang dengan China kemungkinan tidak akan berkobar, sementara pajak kemungkinan akan dinaikkan.
Melihat kemungkinan kebijakan yang akan diambil, kemenangan Biden akan lebih menguntungkan bagi Indonesia. Sebab, perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir.
Seperti diketahui, perang dagang AS-China yang dikobarkan oleh Presiden Trump sejak tahun 2018 membuat perekonomian global mengalami pelambatan signifikan, termasuk juga pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat.
Ketika perang dagang kedua negara berakhir tentunya akan menjadi kabar baik yang dapat mengangkat sentimen pelaku pasar, dan kembali masuk ke aset-aset bersiko. IHSG pun berpotensi melesat.
Hasil riset JP Morgan yang dirilis pada 29 Oktober lalu juga menunjukkan pasar saham maupun mata uang negara-negara emerging market akan diuntungkan jika Biden menjadi orang nomor 1 di Negeri Paman Sam. Sebab kebijakan perdagangan yang diambil dikatakan kurang impulsif.
Selain berakhirnya perang dagang, jika Biden dan Partai Demokrat akhirnya berkuasa, pajak korporasi di AS akan dinaikkan. Hal itu justru berdampak bagus bagi Indonesia, sebab berpotensi membuat para investor akan mengalirkan modalnya ke negara emerging market.
Kemudian, dari segi stimulus fiskal, Biden tentunya akan menggelontorkan dengan nilainya lebih besar ketimbang Trump dan Partai Republik.
Nancy Pelosi, ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.
Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Belum lagi jika Indonesia kecipratan capital inflow akibat stimulus tersebut, tentunya rupiah akan semakin perkasa.
Pasar obligasi Indonesia juga akan mendapat capital inflow mengingat yield yang diberikan relatif tinggi.
Tetapi patut diingat, pemilihan kali ini tidak hanya menentukan siapa yang akan menjadi orang nomer 1 di Negara Adi Kuasa, tetapi juga menentukan komposisi Kongres (DPR dan Senat), yang tentunya bisa mempermudah atau menghambat kebijakan presiden terpilih.
Saat ini, DPR AS dikuasai Partai Demokrat, yang merupakan oposisi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor alotnya pembasahan stimulus fiskal jilid II di AS. Pemerintah dan DPR sama-sama ngotot mengajukan nilai stimulus fiskal, yang hingga saat ini belum mencapai titik temu. Sementara itu, Senat AS dikuasai oleh Partai Republik, juga bisa menentukan kebijakan pemerintah.
Jika Gedung Putih, DPR, hingga Senat dikuasai oleh satu partai saja, maka penerapan kebijakan akan berjalan dengan mulus.
Pada tahun 2016, pemenang pilpres bisa diketahui sehari setelahnya. Tetapi di tahun ini bisa jadi juga sama, tetapi ada kemungkinan hasilnya akan lebih lama akibat kondisi yang tidak biasa, yakni pandemi penyakit virus corona (Covid-19).
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data PMI sektor jasa China (8.45 WIB)
- Rilis data PMI sektor jasa Spanyol (15:15 WIB)
- Rilis data PMI sektor jasa Italia (15:45 WIB)
- Rilis data PMI sektor jasa Jerman (15:55 WIB)
- Rilis data PMI sektor jasa zona euro (16:00 WIB)
- Rilis data tenaga kerja AS versi ADP (20:15 WIB)
- Rilis data PMI sektor jasa AS (20:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Nilai |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,15 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA