Newsletter

#2020GantiPresiden AS? IHSG dan Rupiah Bakal Melesat!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 November 2020 06:01
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Hasil pilpres AS tentunya menjadi penggerak utama pasar keuangan Indonesia, bahkan secara global.

Yang menarik, Wall Street mampu reli 2 hari beruntun, padahal Joe Biden diunggulkan untuk memenangi pilpres. Sementara konsensus di pasar menunjukkan hal itu akan berdampak negatif bagi pasar.

"Konsensus menunjukkan jika Partai Demokrat menang di November akan berdampak negatif bagi pasar saham. Namun, kami melihat akan memberikan dampak netral hingga sedikit positif," kata Dubravko Lakos, kepala strategi saham dan kuantitatif di JP Morgan, dalam sebuah riset yang dirilis 29 Oktober lalu.

Alasan memberikan outlook netral tersebut dikarenakan ada katalis positif yang akan diberikan, misalnya stimulus fiskal yang lebih besar atau pembangunan infrastruktur, sementara katalis negatifnya adalah kenaikan pajak perusahaan.

Seandainya Trump kembali memenangi pilpres kali ini, tentunya tidak akan ada perubahan signifikan dari kebijakan yang diterapkan saat ini. Perang dagang dengan China misalnya, masih akan tetap berkobar. Kemudian, dari segi perpajakan tentunya tidak akan berubah, setelah dipangkas pada periode pemerintahannya saat ini.

Sementara jika lawannya, Joe Biden, yang memenangi pilpres, bisa dipastikan akan ada perubahan kebijakan. Perang dagang dengan China kemungkinan tidak akan berkobar, sementara pajak kemungkinan akan dinaikkan.

Melihat kemungkinan kebijakan yang akan diambil, kemenangan Biden akan lebih menguntungkan bagi Indonesia. Sebab, perang dagang dengan China kemungkinan akan berakhir.

Seperti diketahui, perang dagang AS-China yang dikobarkan oleh Presiden Trump sejak tahun 2018 membuat perekonomian global mengalami pelambatan signifikan, termasuk juga pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat.

Ketika perang dagang kedua negara berakhir tentunya akan menjadi kabar baik yang dapat mengangkat sentimen pelaku pasar, dan kembali masuk ke aset-aset bersiko. IHSG pun berpotensi melesat.

Hasil riset JP Morgan yang dirilis pada 29 Oktober lalu juga menunjukkan pasar saham maupun mata uang negara-negara emerging market akan diuntungkan jika Biden menjadi orang nomor 1 di Negeri Paman Sam. Sebab kebijakan perdagangan yang diambil dikatakan kurang impulsif.

Selain berakhirnya perang dagang, jika Biden dan Partai Demokrat akhirnya berkuasa, pajak korporasi di AS akan dinaikkan. Hal itu justru berdampak bagus bagi Indonesia, sebab berpotensi membuat para investor akan mengalirkan modalnya ke negara emerging market.

Kemudian, dari segi stimulus fiskal, Biden tentunya akan menggelontorkan dengan nilainya lebih besar ketimbang Trump dan Partai Republik.

Nancy Pelosi, ketua House of Representative (DPR) dari Partai Demokrat sebelumnya mengajukan stimulus fiskal dengan nilai US$ 2,2 triliun, yang tidak disepakati oleh Pemerintahan Trump, dan ditolak oleh Partai Republik.

Semakin besar stimulus artinya semakin banyak uang yang beredar di perekonomian, secara teori dolar AS akan melemah. Belum lagi jika Indonesia kecipratan capital inflow akibat stimulus tersebut, tentunya rupiah akan semakin perkasa.

Pasar obligasi Indonesia juga akan mendapat capital inflow mengingat yield yang diberikan relatif tinggi.

Tetapi patut diingat, pemilihan kali ini tidak hanya menentukan siapa yang akan menjadi orang nomer 1 di Negara Adi Kuasa, tetapi juga menentukan komposisi Kongres (DPR dan Senat), yang tentunya bisa mempermudah atau menghambat kebijakan presiden terpilih.

Saat ini, DPR AS dikuasai Partai Demokrat, yang merupakan oposisi. Hal tersebut menjadi salah satu faktor alotnya pembasahan stimulus fiskal jilid II di AS. Pemerintah dan DPR sama-sama ngotot mengajukan nilai stimulus fiskal, yang hingga saat ini belum mencapai titik temu. Sementara itu, Senat AS dikuasai oleh Partai Republik, juga bisa menentukan kebijakan pemerintah.

Jika Gedung Putih, DPR, hingga Senat dikuasai oleh satu partai saja, maka penerapan kebijakan akan berjalan dengan mulus.

Pada tahun 2016, pemenang pilpres bisa diketahui sehari setelahnya. Tetapi di tahun ini bisa jadi juga sama, tetapi ada kemungkinan hasilnya akan lebih lama akibat kondisi yang tidak biasa, yakni pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular