Letoy 0,4% di Oktober, Jangan Kaget Jika Harga Emas "Meledak"

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 November 2020 14:10
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melemah tipis sepanjang bulan Oktober, bahkan rentang pergerakannya juga tidak terlalu lebar. Namun, pergerakan di bulan Oktober bisa menjadi sinyal harga emas akan "meledak" di bulan Ini.

Melansir data Refinitiv, emas dunia melemah 0,4% ke US$ 1.877,95/troy ons sepanjang bulan Oktober, dengan rentang pergerakan berada di kisaran US$ 1.867 sampai US$ 1.932/troy ons.

Posisi emas juga cukup jauh, sekitar 9%, dari rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons yang dicapai pada 7 Agustus lalu.

Minimnya pergerakan emas tidak lepas dari tarik ulur pembahasan stimulus fiskal jilid II di Amerika Serikat (AS). Stimulus fiskal merupakan salah satu "bahan bakar" yang membawa emas melesat hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada awal Agustus lalu.

Pada pertengahan Oktober lalu, sempat muncul harapan akan cairnya stimulus fiskal di AS setelah ketua House of Representative (DPR) Nancy Pelosi melakukan perundingan yang cukup intensif dengan Menteri Keuangan Stephen Mnuchin.

Harga emas pun kembali ke atas US$ 1.900/troy ons. Namun hingga kini stimulus tak kunjung cair, emas akhirnya melemah di pekan terakhir bulan Oktober. 

 
Stimulus yang batal cair diperburuk dengan maraknya lockdown di negara-negara Eropa yang membuat emas semakin tertekan.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, pada hari Rabu lalu mengumumkan lockdown di seluruh negara mulai Jumat ini. Lockdown kali ini sedikit berbeda dengan bulan Maret lalu, kali ini sekolah dan pabrik yang masih diizinkan tetap buka.

"Situasinya sangat buruk khususnya untuk usaha kecil dan menengah, sebab mereka harus tutup saat waktu yang penting dalam setahun, yakni sebelum liburan," kata Tomasz Michalski, profesor ekonomi di sekolah bisnis HEC Paris, sebagaimana dikutip CBNC International, Kamis (29/10/2020).

"Banyak usaha kecil dan menengah penjualan besarnya terjadi periode Oktober-Desember. Penjualan mereka akan kembali diambil oleh supermarket dan perusahaan ritel online raksasa," katanya.

Sementara itu motor utama perekonomian Eropa, Jerman, juga mengumumkan lockdown. Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengumumkan "light lockdown", dimana bar, restaurant, tempat olah raga, serta bioskop kembali dilarang beroperasi.

Sekolah, hingga hotel untuk perjalanan bisnis masih tetap dibuka, toko-toko juga masih beroperasi tetapi dengan jumlah pengunjung yang dibatasi.

"Light Lockdown" yang dilakukan Jerman diperkirakan membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2020 berkontraksi setidaknya 0,5% quarter-to-quarter (QtQ).

"Kebijakan lockdown akan menyebabkan kontraksi produk domestic bruto (PDB) di kuartal IV-2020 setidaknya 0,5% QtQ. Bisnis hospitality sekali lagi yang akan paling terpukul," kata analis Deutsche Bank dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.

Lockdown tersebut dilakukan guna meredam penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19), tetapi dampaknya tentu membuat pemulihan ekonomi berjalan lambat, bahkan terancam merosot lagi. Aksi jual terjadi di pasar saham, yang turut menyeret harga emas dunia, sama seperti bulan Maret lalu.

Alhasil, sepanjang pekan lalu emas melemah 1,25%, yang membuat kinerjanya menjadi negatif sepanjang bulan Oktober.

Pialang komoditas senior RJO Futures yang berbasis di Chicago, Bob Haberkorn, mengatakan jika aksi jual di pasar saham menjadi lebih buruk, harga emas mungkin akan terus turun dan menguji level US$ 1.850-1.855/troy ons terlebih dahulu dan kemudian turun lagi ke US$ 1.825/troy ons.

"Kita bisa melihat level US$ 1.825 per troy ons jika terjadi lebih banyak lockdown akibat virus corona. Pasar saham bisa semakin ketakutan, yang mungkin akan menarik emas dan perak lebih rendah menjelang pemilihan presiden AS," kata Haberkorn.

Namun Haberkorn menegaskan, setelah pemilihan presiden (pilpres) AS berakhir, harga emas akan rebound.

Pilpres AS akan menjadi kunci sekaligus menjadi pemicu harga emas akan "meledak" di sisa tahun ini. Pilpres yang mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan penantangnya dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden akan berlangsung pada Selasa 3 November waktu setempat.

Saat pilpres selesai, dan komposisi Kongres (DPR dan Senat) sudah diketahui, tentunya isu stimulus fiskal akan kembali muncul. Cepat atu lambat stimulus tersebut akan cair karena dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi Paman Sam.

Hal tersebut tentunya menguntungkan emas dari 2 sisi.

Yang pertama saat stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang beredar akan bertambah, secara teori hal tersebut akan membuat nilai tukar dolar AS melemah.

Dolar AS dan emas memiliki korelasi negatif, artinya ketika dolar AS turun maka emas cenderung naik. Hal itu terjadi karena emas dibanderol dengan dolar AS, ketika the greenback melemah, harga emas akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaan berpotensi meningkat.

Kemudian yang kedua, bertambahnya jumlah uang bereda berisiko memicu inflasi. Emas secara tradisional dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sehingga akan diburu oleh pelaku pasar.

Terkait dengan pilpres di AS, Andy Hecht partner di bubbatrading.com mengatakan siapa pun pemenangnya apakah petahana dari Partai Republik, Donald Trump, atau penantangnya dari Partai Demokrat, Joseph 'Joe' Biden, harga emas dikatakan tetap akan menguat.

Tetapi jika Biden yang memenangi pilpres akan lebih menguntungkan bagi emas, sebab menurut Hetch nilai stimulus yang akan digelontorkan lebih besar.

Hal senada juga diungkapkan Mike McGlone ahli strategi komoditas senior di Bloomberg Intelligence. Ia mengatakan emas saat ini sedang memulai tren penguatan 20 tahun lalu, atau yang disebut supercycle.

"Saya melihat emas saat ini memiliki kesamaan dengan tahun 2001 ketika memulai tren kenaikan. Emas saat ini memulai lagi tren bullish yang dimulai 20 tahun lalu," kata McGlone sebagaimana dilansir Kitco.

McGlone mengatakan selama periode pemerintahan Trump emas sudah melesat 50%, dan siapa pun yang memerintah di AS selanjutnya ia melihat emas akan kembali mencetak kenaikan 50%.

Sama dengan Hetch, McGlone juga menilai emas akan lebih diuntungkan Joe Biden dan Partai Demokrat memenangi pemilihan umum kali ini.

Sementara itu dalam jangka pendek, Kitco melaporkan para analis masih bullish terhadap emas, dengan prediksi akan menyentuh US$ 2.100 hingga US$ 2.500/troy ons di awal tahun 2021.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Tunda, Yuk Mulai Investasi Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular