Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bervariasi pada pekan lalu, dalam perdagangan yang singkat, 2 hari saja. Pada Rabu hingga Jumat, pasar di dalam negeri libur cuti bersama dalam rangka perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Kamis (29/10/2020).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan 0,31% ke 5.128,225. Bursa kebanggaan Tanah Air ini juga membukukan penguatan dalam 4 pekan beruntun.
Rupiah mencatat penguatan 0,2% ke Rp 14.620/US$, sekaligus menguat 5 pekan beruntun. Sementara di pasar obligasi melemah, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun naik 7,4 basis poin ke 6,703%.
Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga naik, maka yield akan menurun, sebaliknya ketika harga turun maka yield akan naik.
Meski IHSG dan rupiah pada pekan lalu mampu menguat tetapi tidak terlalu besar, sebab berlangsung singkat dan banyak faktor penting yang akan mempengaruhi pasar finansial pelaku pasar biasanya cenderung wait and see.
Saat pasar dalam negeri sedang libur, pasar keuangan global bergerak volatil akibat sentimen negatif dari peningkatan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di Eropa yang berakibat pada kebijakan karantina (lockdown) di beberapa negara, meski tidak seketat lockdown di bulan-bulan awal terpapar.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, pada hari Rabu (28/10/2020) mengumumkan lockdown di seluruh negara mulai Jumat ini. Lockdown kali ini sedikit berbeda dengan bulan Maret lalu, kali ini sekolah dan pabrik yang masih diizinkan tetap buka.
Sementara itu motor utama perekonomian Eropa, Jerman, juga mengumumkan lockdown. Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengumumkan "light lockdown", dimana bar, restaurant, tempat olah raga, serta bioskop kembali dilarang beroperasi.
Sekolah, hingga hotel untuk perjalanan bisnis masih tetap dibuka, toko-toko juga masih beroperasi tetapi dengan jumlah pengunjung yang dibatasi.
"Light Lockdown" yang dilakukan Jerman diperkirakan membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2020 berkontraksi setidaknya 0,5% quarter-to-quarter (QtQ).
Sementara itu dari Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson pada Sabtu (31/10/1010) kembali mengumumkan lockdown di seluruh negara, yang akan berlaku mulai Kamis (5/11/2020) hingga 2 Desember. Warga Inggris diminta untuk tetap di rumah, kecuali untuk sekolah, urusan kesehatan, atau berbelanja kebutuhan pokok. Sementara itu pekerjaan yang tidak bisa dilakukan di rumah, seperti konstruksi tetap dilanjutkan.
Italia, Spanyol, Belgia hingga Portugal juga sudah melakukan langkah-langkah pengetatan aktivitas warganya guna meredam penyebaran virus corona.
Kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) juga masih tinggi yang memberikan sentimen negatif ke pasar finansial global.
Namun, kabar baiknya perekonomian Eropa dan AS menunjukkan kebangkitan di kuartal III-2020, tercermin dari data produk domestik bruto (PDB) yang mampu tumbuh tinggi.
Jika melihat kinerja bursa saham di Asia yang melemah pada pekan lalu merespon berbagai sentimen tersebut, ada risiko IHSG akan menyusul ke zona merah di awal pekan ini, Senin (2/11/2020).
Sementara itu, kinerja mata uang utama Asia bervariasi pada pekan lalu, sehingga rupiah juga berisiko mengalami tekanan. Begitu juga dengan pasar obligasi Asia yang mayoritas melemah pada pekan lalu, sehingga SBN kemungkinan juga akan tertekan.
Kinerja bursa saham, mata uang, serta pasar obligasi Asia serta beberapa sentimen yang akan mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri hari ini akan dibahas di halaman 3.
Bursa saham AS (Wall Street) "kebakaran" pada pekan lalu, aksi jual masif terjadi meski data menunjukkan perekonomian AS bangkit di kuartal III-2020. Ketika indeks utama mencatat pekan terburuk sejak bulan Maret.
Indeks Dow Jones dan S&P 500 ambrol 6,5% dan 5,6% sepanjang pekan lalu, sementara Nasdaq merosot lebih dari 5%.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (29/10/2020) melaporkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) tumbuh 33,1% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized).
PDB di kuartal III-2020 tersebut lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 31,9% maupun Dow Jones sebesar 32%, dan membalikkan kontraksi (tumbuh negatif) 31,4% di kuartal II-2020 lalu.
Jika dilihat secara tahunan (year-on-year/YoY), PDB di kuartal III-2020 masih mengalami kontraksi 2,9%, meski lebih baik ketimbang 3 bulan sebelumnya minus 9%.
Meski perekonomian AS bangkit, tetapi banyak sentimen negatif lebih banyak, seperti penambahan jumlah kasus Covid-19 yang terus menanjak bahkan mencatat rekor. Melansir CNBC International, pada Kamis lalu, jumlah kasus Covid-19 di AS bertambah sebanyak 88.521 kasus, menjadi yang terbanyak sejak pertama kali terpapar.
Hingga saat ini, jumlah kasus Covid-19 di AS sudah lebih dari 9,4 juta orang, lebih dari 236 ribu meninggal dunia, dan lebih dari 6 juta orang sembuh. Total kasus aktif di negeri Paman Sam saat ini sekitar 3,1 juta orang.
Virus corona yang belum berhasil dijinakkan memicu kecemasan akan kembali merosotnya perekonomian di kuartal IV-2020. Apalagi, stimulus fiskal di AS juga pada akhirnya tidak cair, sebelum pemilihan presiden (pilpres) di AS pekan ini, tepatnya pada 3 November waktu setempat.
Pilpres yang mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden, tentunya memicu ketidakpastian di pasar, yang menjadi salah satu penyebab merosotnya Wall Street.
Wall Street, sebagai kiblat bursa saham dunia yang ambrol pada pekan lalu tentunya akan memberikan sentimen negatif ke IHSG di awal pekan ini. Apalagi, bursa utama Asia juga merosot pada pekan lalu, sementara IHSG masih membukukan penguatan 0,31% dalam 2 hari perdagangan.
Bursa saham di Asia mengalami penurunan lebih dari 1%, indeks Straits Time Singapura bahkan merosot nyaris 4,5%.
Sehingga, risiko IHSG masuk ke zona merah cukup besar pada hari ini.
Sementara itu rupiah masih ada peluang menguat sebab mata uang utama Asia bervariasi pada pekan lalu. Dolar AS memang sedang perkasa, tapi sebenarnya juga menanti hasil pilpres AS.
Setelah pilpres selesai, maka fokus akan tertuju pada stimulus fiskal di AS. Cepat atau lambat stimulus tersebut akan cair, dan saat itu terjadi jumlah uang yang bereda di perekonomian akan bertambah. Secara teori, dolar AS akan melemah.
Tekanan bagi dolar AS akan lebih besar seandainya Joe Biden memenangi pilpres, sebab stimulus fiskal diperkirakan akan lebih besar ketimbang jika Donald Trump melanjutkan periode permerintahannya.
Survei yang dilakukan oleh NBC News/Wall Street Journal menunjukkan Joe Biden unggul dengan memperoleh 52% suara dalam survei tersebut, sementara Donald Trump 42%.
Mayoritas responden yang disurvei merasa tidak puas dengan cara Presiden Trump menanggulangi pandemi Covid-19.
Sementara itu dari pasar obligasi Asia pada pekan lalu mayoritas mengalami pelemahan yang bisa menjadi sentimen negatif bagi SBN.
Lonjakan kasus Covid-19 di Eropa dan AS, perekonomian yang bangkit di kuartal III-2020, pilpres AS, hingga merosotnya bursa saham global pada pekan lalu mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri dari eksternal.
Sementara dari internal data inflasi Indonesia akan mempengaruhi pergerakan IHSG, rupiah, hingga obligasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data inflasi Oktober pada hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi 0,08% secara bulanan (month-to-month/MtM). Jika terwujud, ini akan menjadi inflasi bulanan pertama dalam tiga bulan terakhir.
Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) diperkirakan 1,44%. Kemudian inflasi inti tahunan berada di 1,815% YoY.
Indonesia yang kembali mengalami inflasi tentunya menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian sudah mulai berjalan kembali.
Indonesia akan melaporkan data PDB kuartal III-2020 pekan ini. Resesi sudah pasti terjadi dan menjadi yang pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, tetapi seberapa besar kontraksi ekonomi yang menjadi misteri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi kuartal III-2020 akan berada di kisaran minus 1% hingga 2,9%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2020 akan dirilis pada 5 November mendatang, setelah mengalami kontraksi 5,32% di kuartal II-2020.
Meski akan mengalami resesi, jika data menunjukkan Indonesia kembali mengalami inflasi di bulan September, maka harapan perekonomian Indonesia akan bangkit di kuartal IV-2020 semakin besar.
Selain itu ada juga ada aktivitas manufaktur Indonesia bulan September serta tingkat keyakinan bisnis kuartal III-2020 yang akan dirilis hari ini. Ada juga data manufaktur dari Korea Selatan, China, serta dari Eropa.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data PMI manufaktur Indonesia (07.30 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur Korea Selatan (07.30 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur China (08.45 WIB)
- Rilis data Tingkat Keyakinan Bisnis Indonesia (11.00 WIB)
- Rilis data inflasi (11.00 WIB).
- Rilis data PMI manufaktur Spanyol (15.15 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur Italia (15.45 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur Prancis (15.50 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur Jerman (15.55 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur zona eruo (16.00 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur Inggris (16.30 WIB)
- Rilis data PMI manufaktur AS (22.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Nilai |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY) | -5,32% |
Inflasi (September 2020 YoY) | 1,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (September 2020) | US$ 135,15 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA