
Libur Panjang Usai, Zona Merah Menanti IHSG?

Bursa saham AS (Wall Street) "kebakaran" pada pekan lalu, aksi jual masif terjadi meski data menunjukkan perekonomian AS bangkit di kuartal III-2020. Ketika indeks utama mencatat pekan terburuk sejak bulan Maret.
Indeks Dow Jones dan S&P 500 ambrol 6,5% dan 5,6% sepanjang pekan lalu, sementara Nasdaq merosot lebih dari 5%.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (29/10/2020) melaporkan pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) tumbuh 33,1% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized).
PDB di kuartal III-2020 tersebut lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 31,9% maupun Dow Jones sebesar 32%, dan membalikkan kontraksi (tumbuh negatif) 31,4% di kuartal II-2020 lalu.
Jika dilihat secara tahunan (year-on-year/YoY), PDB di kuartal III-2020 masih mengalami kontraksi 2,9%, meski lebih baik ketimbang 3 bulan sebelumnya minus 9%.
Meski perekonomian AS bangkit, tetapi banyak sentimen negatif lebih banyak, seperti penambahan jumlah kasus Covid-19 yang terus menanjak bahkan mencatat rekor. Melansir CNBC International, pada Kamis lalu, jumlah kasus Covid-19 di AS bertambah sebanyak 88.521 kasus, menjadi yang terbanyak sejak pertama kali terpapar.
Hingga saat ini, jumlah kasus Covid-19 di AS sudah lebih dari 9,4 juta orang, lebih dari 236 ribu meninggal dunia, dan lebih dari 6 juta orang sembuh. Total kasus aktif di negeri Paman Sam saat ini sekitar 3,1 juta orang.
Virus corona yang belum berhasil dijinakkan memicu kecemasan akan kembali merosotnya perekonomian di kuartal IV-2020. Apalagi, stimulus fiskal di AS juga pada akhirnya tidak cair, sebelum pemilihan presiden (pilpres) di AS pekan ini, tepatnya pada 3 November waktu setempat.
Pilpres yang mempertemukan petahana dari Partai Republik, Donald Trump, dengan lawannya dari Partai Demokrat Joseph 'Joe' Biden, tentunya memicu ketidakpastian di pasar, yang menjadi salah satu penyebab merosotnya Wall Street.