Naik Hampir 1% Lagi, Harga Batu Bara Selangkah Lagi ke US$ 60

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 October 2020 11:05
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara berjangka Newcastle kembali ditutup di zona apresiasi kemarin, Rabu (28/10/2020) dan semakin mendekati level psikologis US$ 60/ton. Harga batu bara berhasil mencatatkan penguatan lima hari beruntun. 

Harga batu bara ditutup menguat 0,94% ke US$ 59,35/ton. Pada periode 21-28 Oktober 2020, harga batu bara kontrak teraktif yang diperdagangkan di bursa berjangka telah naik 3,85%. 

Impor batu bara di kawasan Asia terbilang masih lemah. Di Jepang, impor batu bara termal periode September dilaporkan turun 7% (yoy) menjadi 8,5 juta ton. Sepanjang sembilan bulan tahun ini, impor batu bara Negeri Sakura drop ke level terendah sejak tujuh tahun terakhir. 

Pada Januari-September Kementerian Keuangan Jepang melaporkan impor batu legam tersebut sebesar 78,5 juta ton, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 82,5 juta ton. 

Pengiriman dengan tujuan yang telah dikonfirmasi di China turun secara signifikan pada bulan September dan tetap tertekan pada bulan Oktober, tetapi semua pelabuhan utama menunjukkan lebih dari 1 juta pengiriman ke tujuan yang belum dikonfirmasi dalam kedua bulan tersebut.

Bisa jadi ini merupakan peningkatan dari bulan-bulan sebelumnya dan pengiriman yang pada akhirnya akan sampai ke China atau pengiriman yang akan dijual kembali karena mereka tidak dapat masuk ke China karena mengikuti instruksi Beijing.

Seperti yang diketahui bersama, belakangan beredar rumor bahwa produsen baja utama dan perusahaan listrik diminta berhenti mengimpor batu bara Australia.

Namun harga batu bara termal domestik China yakni Qinhuangdao yang masih tinggi membuat harga batu bara termal impornya (seaborne) ikut terkerek. Meski sudah drop 1,5% pekan lalu ke RMB 610/ton atau setara dengan US$ 90,73/ton, harga batu bara China masih lebih tinggi dari zona hijau. 

Zona hijau merupakan rentang target informal yang ditetapkan oleh pemerintah China agar tetap menjaga keberlangsungan bisnis penambang batu bara serta perusahaan utilitas dan industrinya. Zona hijau ditetapkan di US$ 500 - US$ 570/ton. 

Dalam kondisi normal, harga batu bara China yang terlampau tinggi akan membuat trader dan perusahaan utilitas beralih untuk mengimpor batu bara lantaran harganya jauh lebih murah. 

Selain harga batu bara China yang terlampau tinggi, impor batu bara Korea Selatan juga tercatat meningkat. 

Argus memperkirakan pengiriman batu bara termal dan kokas lebih dari 5 juta ton dalam 25 hari pertama bulan ini akan menjadikan Oktober sebagai bulan terbesar untuk ekspor ke Korea Selatan sepanjang 2020. Batu bara termal biasanya menyumbang sekitar 63% dari ekspor batubara Australia ke Korea Selatan.

Namun ancaman permintaan China yang lebih lambat untuk batu bara termal Australia di sisa tahun ini, menyusul ekspor 3,9 juta ton/bulan pada November-Desember 2019 dan harga gas alam cair (LNG) yang relatif rendah di Asia Timur mungkin masih membatasi potensi kenaikan harga batu bara dalam waktu dekat.

Menambah sentimen negatif adalah kenaikan kasus infeksi Covid-19 jelang musim dingin di banyak negara. Jerman mulai menginstruksikan untuk menutup sebagian sektor bisnisnya seperti restoran dan bar.

Sementara itu Prancis menetapkan bakal kembali menerapkan lockdown nasional. Kembalinya diterapkan lockdown membuat aktivitas ekonomi seolah berhenti dan permintaan listrik terutama untuk sektor industri dan komersial drop lagi. Ujung-ujungnya permintaan batu legam juga bisa drop dan harganya anjlok. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Meroket Lagi, Harga Batu Bara Berakhir Drop!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular