Tiga Raksasa Batu Bara Ini Siap Garap Proyek Gasifikasi

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
26 October 2020 11:37
Bongkar Muat Batu bara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara.
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat lalu (23/10/2020) kembali menyinggung pentingnya hilirisasi industri batu bara, sehingga batu bara tidak lagi dieskpor dalam bentuk mentah, tapi sudah bernilai tambah.

Jokowi meminta produsen batu bara untuk segera mengembangkan industri turunan batu bara, mulai dari peningkatan mutu atau upgrading, pembuatan briket batu bara, kokas, pencairan batu bara, gasifikasi batu bara sampai dengan campuran batu bara cair.

"Saya yakin dengan mengembangkan industri turunan batu bara ini, saya yakin dapat meningkatkan nilai tambah komoditas berkali-kali lipat, mengurangi core bahan baku yang dibutuhkan industri dalam negeri seperti industri baja, industri petrokimia," katanya saat memimpin rapat terbatas dengan sejumlah anggota kabinet melalui video conference di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/10/2020).

Salah satu bentuk hilirisasi batu bara yakni gasifikasi batu bara berupa Dimethyl Ether (DME). Proyek DME ini diharapkan bisa mengurangi impor LPG karena bisa dijadikan sebagai substitusi LPG.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, impor LPG dalam lima tahun terakhir terus meningkat, bahkan pada 2019 impor LPG mencapai 5,7 juta ton atau senilai US$ 2,5 miliar.

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, ada beberapa perusahaan batu bara yang berencana mengembangkan proyek DME ini. Berikut daftarnya:

1. PT Bukit Asam Tbk (PTBA)

PTBA bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products, perusahaan penyedia teknologi gasifikasi dan energi bersih asal Amerika Serikat, untuk mengembangkan proyek Dimethyl Ether (DME).

Perjanjian kerja sama dimulai pada 2019, lalu dilanjuti dengan studi kelayakan dan pada 2020 ini dilakukan desain detail teknis (Front End Engineering Design/ FEED) dan persiapan rekayasa, pengadaan dan konstruksi (Engineering Procurement and Construction/ EPC).

Pabrik DME ini ditargetkan mulai berproduksi pada 2025 dengan perkiraan penyerapan batu bara sekitar 6 juta ton per tahun selama minimal 20 tahun, untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun.

Proyek senilai sekitar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 29,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per US$) ini direncanakan akan dibangun di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dekat area tambang PTBA.

Proyek ini nantinya juga diharapkan menghasilkan produk kimia lainnya seperti methanol dan monoethylene glycol (MEG).

Halaman Selanjutnya >> Bumi Resources

Sama dengan PTBA, perusahaan batu bara grup Bakrie ini juga menggandeng perusahaan gasifikasi asal Amerika Serikat tersebut, Air Products. Proyek ini akan dijalankan oleh konsorsium Grup Bakrie yakni PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Ithaca Resources dengan perkiraan nilai proyek sekitar US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 36,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per US$).

Proyek ini akan dibangun di Batuta Industrial Chemical Park, Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur.

NEXT > Adaro Energy

Berbeda dengan PTBA dan Bumi, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) belum memutuskan jenis hilirisasi batu bara yang akan dikembangkan perusahaan. Presiden Direktur Adaro Garibaldi 'Boy' Thohir mengatakan pihaknya masih memilah jenis hilirisasi batu bara yang cocok dengan model bisnis perusahaan, apakah coal to methanol, DME atau lainnya.

"Banyak sekali teknologi yang sudah proven apakah coal to methanol, DME, dan lain-lain, kita pilah pilah mana yang sesuai dengan bisnis model kita. Nanti akan kita lakukan," ujarnya saat berbincang dengan wartawan pada pekan lalu (20/10/2020).

Boy mengatakan saat ini pihaknya melakukan penjajakan dan studi dengan sejumlah perusahaan yang memiliki teknologi hilirisasi tersebut.

"Kita sudah mulai inisiasi lakukan itu, kita sudah lakukan studi dengan beberapa perusahaan yang mempunyai teknologi hilirisasi. Ke depan, selama bisa memberikan kontribusi bagi Indonesia dan Adaro, kita akan lakukan itu," ujarnya.

Dia mengakui, pengembangan gasifikasi batu bara nantinya bisa menggantikan impor LPG Indonesia yang hampir sekitar 6 juta ton per tahun.

"Kalau kita bisa gantikan LPG dengan DME dari batu bara, selain bisa mengurangi pengeluaran devisa, kita bisa menciptakan perputaran bisnis, uang di dalam negeri, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja dan menciptakan perusahaan-perusahaan penunjang di dalam negeri," tuturnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular