
Bikin Rugi Rp 92 T, Begini Bentuk Investasi Bodong di RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Satgas Waspada Investasi (SWI) menyebutkan investasi bodong di Indonesia setiap tahun kian marak terjadi, bahkan kerugian yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mencapai Rp 92 triliun. Hal ini terjadi karena kejadian yang sama terus berulang seolah tak ada pembelajaran yang diterima oleh masyarakat dari kasus-kasus sebelumnya.
Ketua SWI Tongam L. Tobing mengatakan kendati saat ini SWI terus melakukan pencegahan dan edukasi mengenai investasi ilegal, namun dalam waktu bersamaan pelaku investasi bodong ini juga bertambah jumlahnya.
"Kalau kita liat kerugian investasi bodong dalam 10 tahun terakhir ini ini mencapai Rp 92 triliun. Kami menganggap langkah investasi bodong ini merupakan kejahatan karena bagaimanapun juga tidak ada masyarakat yang diuntungkan dalam investasi-investasi ilegal ini," kata Tongam acara Capital Market Summit & Expo 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Kamis (22/10/2020).
Dia menyebut beberapa kasus investasi ilegal yang beberapa waktu lalu terjadi seperti Pandawa Group, MeMiles dan kasus empat travel umrah dan beberapa kasus lainnya. Ini melibatkan jutaan korban dengan kerugian yang sangat besar. Namun sayangnya kerugian masyarakat ini tidak dapat dicover oleh aset yang disita.
Berdasarkan data yang disampaikan Tongam, sejak periode 2017-2020 ini jumlah entitas investasi ilegal yang ditangani SWI terus meningkat, dengan jumlah paling tinggi terjadi pada 2019.
Bahkan sejak 2018 entitas fintech peer-to-peer lending juga mulai marak muncul dan jumlahnya bahkan mencapai 1.493 entitas pada 2018 dari awalnya hanya 404 temuan pada 2018. Sedangkan tahun ini hingga September telah ditemukan 820 P2P ilegal di Indonesia.
"Di samping juga ada pegadaian ilegal dan juga ada fintech lending ilegal. Ini permasalahannya karena memang masyarakat kita butuh uang, pinjam dari bank tidak bisa karena tidak bankable, pinjam dari perusahaan pembiayaan juga tidak bisa, pinjam dari keluarga juga ga bisa akhirnya masuk ke fintech lending ilegal," jelas dia.
Dia menjelaskan, kategori investasi ilegal ini sangat beragam jenisnya, seperti arisan online, periklanan tanpa izin, MLM hingga kegiatan yang berkedok koperasi. Bahkan saat ini seperti cryptocurency dan perdagangan forex ini sudah mencakup ke kegiatan ilegal yang kompleks.
Namun rata-rata menjanjikan keuntungan yang sangat tinggi dalam waktu cepat, bahkan ada yang menggunakan sistem seperti MLM sehingga member yang bisa menjaring member baru dijanjikan bonus tertentu.
Selain itu, kadang investasi ilegal ini menggandeng tokoh masyarakat hingga tokoh agama untuk menarik minat investasi ilegal .
Entitas yang menawarkan investasi sejenis ini biasanya tidak memiliki izin, atau memiliki izin kelembagaan tapi tidak punya izin usaha. Lainnya kadang memiliki izin lembaga dan izin usaha namun beroperasional tidak sesuai dengan izinnya.
"Kemudian ada kegiatan penasehat investasi tanpa izin. Ini sangat marak saat ini. Jadi financial planner ini marak karena memang tidak ada pengaturan. Mereka katakan memang ada asosiasi yang melakukan pengaturan atau pengawasan terhadap anggotanya. Kita contohkan ini ada yang namanya Jouska," papar dia
Dia menjelaskan, Jouska tak hanya melakukan kegiatan financial planner namun bersama dengan dua perusahaan afiliasinya PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia justru melakukan kegiatan manajer investasi tanpa izin.
"Ini sangat berbahaya. Jadi Jouska ini memanfaatkan nama besar dia, banyak sekali followers di IG, ada banyak milenial di sana, tetapi kepercayaannya disalahgunakan oleh Jouska ini. Nah kegiatan Jouska ini tentu adalah kegiatan yang melanggar hukum," tegas dia.
Modus investasi lainnya adalah penawaran saham dengan skema money game dan modus duplikasi nama hingga website perusahaan berizin untuk mengecoh masyarakat.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article SWI: Tak Berizin, Jouska, Amarta & Mahesa Harus Setop Operasi