Alert! 40% Surat Utang Korporasi Berisiko Tinggi Saat Pandemi

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
20 October 2020 20:57
foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus Corona berdampak pada terganggunya arus kas perusahaan-perusahaan. Hal ini juga meningkatkan risiko atas penerbitan surat utang korporasi.

Berdasarkan data PT Pemeringkat Efek Indonesia, sampai saat ini ada 135 perusahaan yang menerbitkan surat utang korporasi dengan nilai outstanding mencapai Rp 418,21 triliun.

Dari jumlah tersebut, ternyata ada 54 perusahaan yang surat utangnya berisiko tinggi (high) atau setara 40% dari total outstanding Rp 183,06 triliun. Lalu, sebanyak 53 perusahaan atau 39,3% berisiko moderat dengan outstanding Rp 139,21 triliun. Sedangkan, surat utang korporasi dengan risiko sangat tinggi (very high) ada sebanyak 7 perusahaan senilai Rp 13,78 triliun.

Direktur Utama Pefindo, Salyadi Saputra menuturkan, pandemi tidak hanya menghantam perusahaan-perusahaan BUMN, melainkan juga perusahaan asing dan perusahaan besar nasional.

"Pandemi ini betul betul berpengaruh kepada emiten surat utang korporasi. Mudah-mudahan pasar surat utang di Indonesia tidak begitu banyak yang default. Ada perusahaan BUMN, perusahaan asing, kemampuan mereka bertahan cukup tinggi," kata Salyadi, dalam webinar bertajuk Restrukturisasi dan Tindakan Korporasi, Selasa (20/10/2020).

Salyadi menuturkan, fenomena ini terjadi di hampir semua negara karena emiten menghadapi tekanan arus kas karena aktivitas perekonomian yang terguncang pandemi, sehingga risiko membayar kewajiban mengalami peningkatan.

"Kalau saya lihat di India, saya pernah dengar ada rating moratorium selama 3 bulan, tidak ada rating action di sana sekarang. Jadi perbandingannya biasanya updgrade rating dalam kondisi normal lebih banyak, kondisi pandemi berbeda, downgrade lebih banyak," tuturnya.

Pefindo juga mencatat, banyak perusahaan yang terganggu arus kasnya bahkan perusahaan dengan peringkat triple AAA maupun perusahaan pelat merah. Sebagai contoh, PT Angkasa Pura selaku pengelola bandar udara yang notabene Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mengalami penurunan penerimaan, sehingga arus kas mengalami penurunan sebesar 20%.

Menurut Salyadi, kemampuan perusahaan menjaga arus kas di masa krisis seperti ini sangat penting, karena karena membayar utang tidak bisa memakai aset atau laba bersih.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Saran AJCapital Untuk Korporasi Yang Akan Restrukturisasi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular